Pendeta Palestina Dorong Arab dan Yahudi Saling Mengasihi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pdt Steven Khoury, selama 14 tahun terakhir terus bersemangat mengabarkan Injil di Betlehem dan Yerusalem dan mendorong supaya orang-orang Arab dan Yahudi hidup dalam kasih walau di tengah situasi politik yang membuat dua etnis ini bertentangan.
Dalam diskusi pada Senin (2/5), pemimpin jemaat di Calvary Jerusalem Church dan First Baptist Church Bethlehem ini menegaskan bahwa nilai-nilai kasih Yesus bisa menyatukan warga Yerusalem. Apa pun latar belakangnya.
Ia mengakui bahwa di tataran praktis, orang Yahudi dan Arab terlibat kerja sama dengan baik. Hanya, situasi politik yang membuat dua etnis terbesar di wilayah Palestina ini terkotak-kotak. Semangat ini ia wujudkan dengan memimpin Gereja Calvary di Yerusalem Timur ini. Jemaatnya dari berbagai etnis.
Steven Khoury menjelaskan idenya tentang kasih Kristus bagi Arab dan Yahudi. (Foto: Bayu Probo)
Steven Khoury datang ke Indonesia salah satunya untuk menjelaskan solusi perdamaian di daerah yang sering diberitakan penuh dengan konflik ini. “Harus saling memaafkan masa lalu dan saling menerima dalam kasih,” kata pria Palestina warga Israel ini.
Holy Land
Pada kesempatan ini juga, Steven mendorong semua orang Kristen untuk berkunjung ke daerah yang disebutkan di Alkitab—Holy Land/Tanah Suci. Apa pasal? “Supaya lebih mengenal kisah-kisah Alkitab dari dekat.”
Selain itu, kunjungan ke Tanah Suci juga membuka mata kita akan realitas di sana. “Bahwa, berbeda dengan yang dikabarkan di berita-berita bahwa situasinya penuh konflik dan kekerasan,” kata lulusan Bible College in Springfield, Missouri ini. “Hanya daerah dengan kelompok ekstrem yang terdapat kekerasan. Secara umum di Holy Land daerahnya aman,” ia melanjutkan.
Alasan lain untuk berkunjung ke Palestina dan Israel adalah untuk menunjukkan bahwa orang-orang Kristen masih ada dan peduli dengan Tanah Suci. “Jika orang-orang Kristen masih berziarah, masakan orang-orang Yahudi dan Arab tetap masih tidak peduli?” kata pendeta termuda di wilayah Timur Tengah ini.
Visi Paman
Cita-cita dia untuk menyebarkan kasih di Tanah Suci tidak mulus, terutama di Yerusalem. Ia mengakui bahwa ada ancaman dari kelompok-kelompok radikal Islam yang membuat mereka harus berpindah –pindah tempat. Bukan hanya ancaman berbentuk serangan fisik, melainkan juga ancaman kepada pemilik gedung yang mereka sewa untuk dijadikan gereja.
Diskusi ini difasilitasi oleh Gracia Tours yang dipimpin oleh Hermawan Sulistyo (kiri) dan dibuka oleh Pdt Danny Soepangat. (Foto: Bayu Probo)
Visi dia untuk melayani di Yerusalem merupakan warisan dari pamannya—adik ayahnya—George Khoury. Pada 1990-an, George adalah seorang berbadan gempal dengan tinggi sekitar 190 cm yang punya masalah dengan kemarahan. Akibatnya ia sering membuat masalah di lingkungannya.
Ayah George, pendeta di First Baptist menganjurkan George untuk mengikuti retret di Galilea. Awalnya George bersedia ikut gara-gara tahu di acara retret tersebut ada makanan gratis. Namun, pada hari ketiga retret ia memutuskan untuk menerima Yesus Kristus sebagai juru selamat pribadinya.
Pada perjalanan pulang, George berkata, “Ini juga harus terjadi di Yerusalem.”
"Yang dimaksud George adalah ia ingin ada persekutuan, Alkitab dan pertumbuhan spiritual," kata Steven Khoury. Khoury mengatakan sekitar dua tahun berlalu, dan pamannya cepat menjadi orang yang berbeda. Dia adalah inspirasi bagi gereja yang didirikan George di Wadi al-Joz di Yerusalem Timur. Ayat favoritnya adalah Matius 16:25, "Sebab siapa pun mau menyelamatkan nyawanya akan kehilangan nyawanya, dan siapa pun yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya."
Ayat ini seakan menjadi nubuat baginya ketika tetangga yang panik menggedor pintu rumah George Khoury pada satu malam. Beberapa orang ekstrem di Wadi al-Joz berusaha merampas rumah seorang pria tua tetangga George. Ia membawa sang tetangga ke rumahnya untuk melindungi dirinya, dan kemudian berjalan keluar untuk menghadapi kelompok itu dan menghentikan serangan. Itu hal terakhir yang dia akan lakukan.
"Ia berjalan ke luar pintu rumahnya dan orang-orang yang menyerang, mengejar orang tua, melihat paman saya berjalan keluar ke depan pintu rumahnya," kata Steven Khoury. "Dalam budaya kami, ketika seseorang 'berjalan keluar' berarti pada dasarnya ia bertanggung jawab untuk kehidupan orang itu, dan Paman George dipukuli sampai mati dengan batang logam oleh orang-orang ini."
Orang tua itu selamat. Berbulan-bulan kemudian setelah tenang, orang tua yang diselamatkan paman Steven ini bercerita bahwa walaupun sang paman tewas dipukuli. “Ia meninggal dengan wajah penuh damai,” kata Steven menirukan orang tua itu.
Sepeninggal George, pelayanan di Yerusalem diteruskan oleh Steven. Tantangan dan penganiayaan membuat Steven berpikir untuk mencari tempat yang lebih permanen. Ada tanah yang ditawarkan sebesar 6,2 juta US$. Rencananya di situ akan dibangun Pusat Doa 24 jam untuk mendoakan Yerusalem, Bible College, tempat pelatihan kepemimpinan dan penginjilan. Jika Anda tertarik untuk mendukung pelayanan Steven, Anda dapat mengontaknya di steven@holylandmission.org atau Whatsapp: +972-544-603-337.
Sejauh ini cita-cita pamannya sudah mulai terwujud. Sebab, komunitas Calvary Jerusalem punya jemaat dengan berbagai latar belakang agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. “Saya tidak mendorong mereka berganti agama. Yang penting, mereka mengakui Yesus sebagai juru selamat pribadi mereka,” kata penulis buku Jesus Backyard ini.
Editor : Bayu Probo
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...