Penegakan Hukum Kasus Kebakaran Hutan Diragukan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Upaya penegakan hukum terhadap sejumlah perusahaan yang terlibat dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Indoensia diragukan efetivitasnya. Sebab, selama ini aparat penegak hukum sering bersifat tebang pilih dalam menuntaskan kasus.
Selain itu, kelemahan aparat hukum dalam menangani isu lingkungan serta sanksi hukuman yang ringan juga dirasakan sebagai penyebab berulangnya kasus pembakaran hutan dari tahun ke tahun.
Aktivis koalisi pemantau pengrusakan hutan (Eyes on the Forest) di Provinsi Riau, Afdhal Mahyuddin, mengatakan menyambut baik niat pemerintah untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang terbukti membakar hutan. Namun, dia mengaku ragu upaya hukum pemerintah akan menimbulkan efek jera.
"Kita sambut dengan baik, tetapi kami tetap skeptis, apakah itu benar-benar dicabut izinnya dan didakwa secara hukum. Kita perlu menunggu realisasinya," kata Afdhal Mahyuddin seperti dikutip BBC Indonesia, hari Rabu (16/9).
Polri Tetapkan Tersangka
Di tempat berbeda, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Badrodin Haiti, mengatakan satuan tugas penegakan hukum Polri telah memeriksa 148 laporan terkait kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan serta Sumatera. Dari jumlah itu, Polri telah menetapkan 140 tersangka.
Dia menjelaskan, para tersangka berasal dari perorangan dan korporasi. Adapun korporasi yang diselidiki mencapai 27 dan tujuh di antaranya telah ditetapkan menjadi tersangka. "Dari tujuh korporasi itu, ya, di antaranya ada (manajer lapangan dan direksi)," kata Badrodin, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (16/9).
Badrodin menjabarkan, Polri telah menangkap tersangka dari tujuh korporasi tersebut. Mereka adalah JLT dari PT BMH (Riau), P dari PT RPP (Sumsel), S dari PT RPS (Sumsel), FK dari PT LIH (Riau), S dari PT GAP (Sampit), GRN dari PT MBA (Kapuas), dan WD dari PT ASP (Kalteng). Badrodin menuturkan, jumlah tersangka dari korporasi masih dapat berkembang.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 108 UU Perkebunan, Pasal 78 UU Kehutanan, dan Pasal 116 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Sedangkan 20 korporasi yang tengah diselidiki adalah PT WAD, PT KY, PT PSM, PT RHM, PT PH, PT GS, PT REB, PT MHP, PT PN, PT TJ, PT AAM, PT MHP, PT SAP, PT WMAI, PT TPR, PT SPM, PT GAL, PT SBN, PT MHP, dan PT MSA.
Dia juga menyampaikan, hingga kini, Polri terus menambah jumlah personel untuk turut memadamkan api di lokasi kebakaran. Selain itu, diterjunkan juga 68 penyidik dari Mabes Polri untuk penegakan hukum pelaku pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan serta Sumatera.
"Sesuai perintah Presiden, penegakan hukum harus tegas," ujar Badrodin.
Editor : Sotyati
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...