Penelitian: Penyidik Kepolisian dan Penuntut Umum Dinilai Belum Efektif
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama dengan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) menilai koordinasi antara penyidik kepolisian dan penuntut umum masih belum efektif dalam pelaksanaan mekanisme prapenuntuan pada sistem peradilan pidana di Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam acara peluncuran laporan penelitian berjudul "Prapenuntutan Sekarang, Ratusan Ribu Perkara Disimpan, Puluhan Ribu Perkara Hilang: Penelitian Pelaksanaan Mekanisme Prapenuntutan di Indonesia Sepanjang Tahun 2012-2014" yang digelar di kantor LBH Jakarta, Jalan Pangeran Dipoenogoro, Jakarta Pusat, hari Kamis (21/7).
Dari hasil penelitian kedua lembaga tersebut ditemukan setidaknya ada 255.618 perkara - dari total 647.780 perkara yang disidik oleh penyidik di kepolisian - yang hasil penyidikannya tidak diberitahukan kepada penuntut umum di sepanjang tahun 2012 sampai dengan 2014.
“Ratusan ribu perkara yang disidik tanpa diberitahukan kepada penuntut umum dapat diartikan sebagai perkara yang tidak transparansi serta check and balace dan tanpa adanya pengawasan dari penuntut umum,” kata Ichsan Zikry, peneliti dari LBH Jakarta.
Dia menambahkan, tanpa adanya pengawasan tentu akan membuka peluang terjadinya kesewenang-wenangan yang dapat berpotensi terhadap adanya kasus salah tangkap, kriminalisasi, penyiksaan, korupsi peradilan, “jual beli” kasus, dan berbagai bentuk kesewenangan lainnya.
Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan terdapat kurang lebih 44.273 perkara “hilang” dari 353.000 perkara yang diterima oleh penuntut umum.
Adery Ardhan, peneliti dari MaPPI Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa terjadinya kasus-kasus “hilang” perkara dalam jumlah besar adalah dikarenakan tidak efektifnya pola koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.
“Tidak adanya keterlibatan aktif penuntut umum dalam tahap penyidikan mengakibatkan sering terjadi tidak sinergi antara penyidik dan penuntut umum, yang berujung pada tidak mampunya penyidik memenuhi petunjuk penuntut umum atau bolak-balik berkas perkara yang berkepanjangan,” kata Adery.
Dari dua temuan hasil penelitian yang dilakukan, LBH Jakarta dan MaPPI menilai bahwa mekanisme prapenuntutan atau mekanisme koordinasi penyidik dan penuntut umum masih belum aktif. Ke depan diharapkan penelitian tersebut menjadi acuan bagi pemangku kebijakan dalam merumuskan perbaikan hubungan antara penyidik dan penuntut umum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
“Saya mengapresiasi atas apa yang telah dilakukan oleh LBH Jakarta dan MaPPI dalam melakukan penelitian tersebut. Saya menilai ini bisa menjadi bagian dalam memperbaiki sistem peradilan di Indonesia, karena saya melihat hasil penelitian tersebut benar adanya, apalagi dengan adanya jumlah angka yang ditampilkan,” kata mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai yang hadir untuk memberikan tanggapan terhadap hasil penelitian tersebut.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...