Pengakuan Dosa

SATU HARAPAN.COM – Yesaya terpana menyaksikan kemuliaan Tuhan yang memenuhi Bait Suci, yang disambut seruan para Serafim: ”Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!” (Yes. 6:3). Seruan itu menyadarkan Yesaya akan keberadaan diri. Dengan penuh ketakutan dia mengaku, ”Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir...” (Yes. 6:5).

Pengakuan sebagai manusia berdosalah, yang pada akhirnya memperlihatkan bahwa Allah itu Mahakasih. Allah membenci dosa, tetapi mengasihi manusia berdosa. Dia tidak akan membuang manusia yang mengakui dosanya. Dia menerima mereka apa adanya. Sekali lagi, karena Allah mengasihi manusia. Dan berdasarkan pengakuan dosa itulah, Allah menyucikan Yesaya.

Pengakuan macam begini merupakan dasar panggilan seorang hamba Tuhan. Syarat utama hamba Tuhan bukanlah kemauan, apalagi kemampuan. Jauh di atas semuanya itu, apakah orang yang dipanggil itu memahami keberadaan dirinya di hadapan Allah.

Panggilan—Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?— pun diserukan setelah peristiwa pengakuan dosa tadi. Panggilan terhadap Yesaya tidak dikumandangkan sebelum, tetapi setelah Yesaya mengakui keberadaan diri sebagai manusia berdosa.

Pengakuan dosa bukanlah suatu sikap rendah diri, tetapi suatu sikap kerendahan hati. Dan kerendahan hati bersumber dari pengenalan diri. Orang yang mengenal dirinya cenderung akan bersikap rendah hati ketimbang orang yang tak mengenal dirinya sendiri.

Jika Yeyasa dengan lantangnya menjawab, ”Ini aku, utuslah aku!” (Yes. 6:8); ini bukanlah bentuk kesombongan. Tetapi, bentuk kepercayaan diri. Pengampunan dosa sesungguhnya akan membuat seseorang lebih percaya diri. Dan pengampunan dosa dimulai oleh pengakuan dosa.

Selamat merayakan Minggu Tritunggal Mahakudus!

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com