Pengalaman Itu Pelajaran, Bukan Pedoman
Orang bijak tidak menjadikan pengalaman sebagai pedoman, melainkan pelajaran. Karena telah belajar dari pengalaman, maka logislah orang berharap bahwa kesalahan di masa lalu tidak akan berulang.
SATUHARAPAN.COM – Ada perumpamaan klasik tentang orang yang salah memberlakukan pengalaman, yakni perumpamaan tentang gajah sirkus. Gajah sirkus hingga tua tetap tidak lagi mau melepaskan diri dari rantai yang membelit kakinya yang ujungnya hanya diikatkan pada sebilah pasak. Sebab ia sudah trauma sejak kecil. Kakinya pernah berusaha melepaskan diri dari rantai itu, namun ia hanya mendapatkan rasa sakit. Rasa sakit itu dijadikan pedoman dalam bersikap. Seharusnya pengalaman bukan dijadikan pedoman, melainkan pelajaran.
Cara cepat untuk belajar dari pengalaman hidup banyak orang ialah dari biografi serta kesaksian. Kitab Suci banyak mengisahkan pengalaman tokoh yang pernah berbuat salah, namun mereka belajar dari kesalahannya. Mereka mengambil langkah pertobatan yang membawa pada pengharapan yang pasti akan pemulihan. Tidak heran, Paulus menulis dalam suratnya: ”Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci” (Rm. 15:4).
Inilah yang biasa kta kenal dengan pertobatan. Pertobatan bukanlah langkah mundur, justru itu adalah pijakan penting untung melangkah maju dengan benar, karena berpijak pada kesadaran akan pengharapan adanya pengampunan, pemulihan, dan pembaruan kehidupan. Ada juga sebaliknya kisah-kisah tentang orang salah yang tidak mau berubah, bahkan pengalamannya yang salah dijadikan pedoman, bukan pelajaran. Akhir hidupnya adalah keterpurukan.
Anak sekolah sekalipun kini tidak usah lagi pusing memikirkan ujian nasional, namun setiap hari harus terus belajar dan terus belajar memperbaiki kekurangannya. Kalau tiap kesalahannya dijadikan pelajaran, maka ia memiliki pengharapan yang terang benderang, bahwa ia berada dalam jalur yang benar menuju cita-citanya. Ia tidak dapat menuju cita-citanya jika hanya mengeluh bahwa gurunya menyebalkan, bahwa temannya curang, bahwa fasilitasnya tidak lengkap dan sebagainya.
Ya, orang yang bijak menggunakan pengalamannya, yang sepahit apa pun, sebagai pelajaran, bukan pedoman.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...