Pengamat Keamanan Dukung Penghitungan Ulang Pemilu di AS
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Pengamat keamanan pemilihan umum di Amerika Serikat semakin banyak yang mendukung ajakan Jill Stein untuk melakukan penghitungan ulang suara di pemilu AS yang dimenangkan oleh Donald Trump, seiring dengan tuntutannya untuk melakukan penghitungan suara secara manual dengan tangan oleh lebih dari tiga juga surat suara.
Beberapa akademisi dan spesialis lainnya pada hari Senin (28/11) mengajukan kesaksian baru yang mendukung gugatan Stein terhadap otoritas Wisconsin di mana dia meminta pengadilan untuk mencegah pejabat daerah melakukan penghitungan ulang dengan menggunakan mesin.
Stein berpendapat bahwa rencana Wisconsin untuk melakukan penghitungan ulang secara otomatis atau menggunakan mesin berisiko mengganggu proses penghitungan ulang karena peralatan scan yang dipakai mungkin tidak benar menghitung hasilnya dan bisa saja diserang oleh peretas asing.
“Ada kemungkinan besar bahwa melakukan penghitungan ulang dengan cara manual akan memberikan hasil yang lebih benar dan mengubah hasil pemilu,” kata Stein dalam gugatannya di Dane County.
Stein, yang merupakan calon kandidat presiden dari Partai Hijau berupaya keras untuk mengamankan penghitungan ulang di negara bagian Michigan, Pennsylvania dan Wisconsin, di mana Trump dikejutkan dengan mengalahkan Clinton.
Sebuah petisi dari Stein yang meminta penghitungan ulang diterima oleh pemerintah Wisconsin pada hari Jumat (25/11) lalu. Usahanya untuk mendapatkan penghitungan ulang di Pennsylvania mengalami kesulitan karena dia harus membutuhkan tiga pemilih di masing-masing negara bagian dengan 9.163 suara untuk meminta penghitungan ulang. Selain itu tenggat waktu yang ditentukan untuk mengajukan penghitungan ulang juga telah lewat di beberapa daerah.
Wisconsin juga mengatakan kepada Stein pada hari Senin (28/11) bahwa penghitungan ulang yang diperkirakan sebelumnya dengan biaya USD 1 juta, namun ternyata total sesungguhnya adalah USD 3,5 juta dan dana tersebut harus terkumpul pada Selasa (29/11). Stein telah mengumpulkan lebih dari USD 6 juta untuk penghitungan ulang di tiga negara dengan bantuan dari masyarakat secara online.
Pemilihan berlangsung di tengah peringatan dari pemerintah AS bahwa peretas dari Rusia telah terdeteksi di dalam sistem pendaftaran pemilih dari beberapa negara dan bertanggung jawab atas pencurian email dari Komite Nasional Demokrat dari John Podesta, ketua kampanye Hillary Clinton.
Upaya Stein untuk melakukan penghitungan ulang, dikritik tajam oleh Trump dan sekutunya. Namun, pada Senin (28/11) malam kelompok dari akademis mendukungnya.
Profesor Poorvi Vora dari George Washington University mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa peretas bisa saja menyabotase mesin scan di Wisconsin dengan virus malware yang dirancang untuk menghitung secara otomatis dalam penghitungan ulang.
“Sepertinya tidak bisa dipastikan adanya perangkat lunak berbahaya yang disetel secara tersembunyi di antara ribuan barcode dianggap sah,” kata Vora, menambahkan bahwa satu-satunya cara memastikan penghitungan ulang adalah dengan manual atau tangan.
Pemerintahan Wisconsin mengatakan penghitungan ulang harus selesai sekitar jam 8 malam pada 12 Desember mendatang karena hasilnya harus disertifikasi di hari berikutnya sesuai dengan tenggat waktu pemerintahan federal. Takut dengan penghitungan ulang secara manual akan menghabiskan waktu, komisi pemilu mengatakan mereka mungkin akan mencari cara bagaimana penghitungan surat suara akan dilakukan.
Mendukung gugatan Stein, Profesor Ronald Rivest dari Institut Teknologi Massachusetts mengutip pepatah Rusia yang mengatakan, “Percaya tapi tetap menguji.”
“Kami telah mempelajari cara sulit di mana kebanyakan sistem komputer hanya dapat diretas oleh orang yang memiliki tekad yang kuat, terampil dan gigih,” kata Rivest.
Profesor Dan Wallach dari Rice University mengatakan cara itu “sepenuhnya masuk akal” untuk mencurigai bahwa musuh asing mampu menyerang dengan serangan canggih yang menargetkan proses pemilu Amerika. “Mereka tahu medan perang negara ini,” kata dia.
Wallach mengutip peretasan yang dilakukan oleh AS dan Israel dalam program nuklir Iran di mana mesin pemilih telah dibajak dan tidak bisa digunakan karena mereka tidak terhubung ke internet.
“The Stuxnet malware misalnya direkayasa secara khusus untuk merusak sentrifugal nuklir di Iran meskipun sentrifugal mereka tidak pernah terhubung ke internet,” kata Wallach.
Beberapa orang yang mendukung upaya Stein untuk melakukan penghitungan ulang secara manual ini adalah Douglas Jones, seorang profesor di University of Iowa dan Harri Hursti, seorang ahli peretas mesin pemilih elektronik dari Finlandia. (theguardian)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...