Pengamat: PAN dan PKS Bukan Lagi Partai Reformis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Eksekutif Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti Fahmi Habsyi menilai PAN dan PKS sudah bukan lagi partai reformis karena telah menolak pilkada langsung pasca-kekalahan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa pada Pilpres, 9 Juli 2014.
"Sikap PAN dan PKS yang tiba-tiba menolak pilkada langsung mencerminkan semangat reformasi yang diusung sebagai landasan pendirian partai tersebut Era 98 sebagai antitesis Golkar saat itu telah gugur dengan sendiri," kata Fahmi Habsyi di Jakarta, Jumat (26/9).
Ia mengatakan dengan menolak pilkada langsung dan mengembalikannya kepada pemilihan melalui DPRD sama saja mendukung apa yang telah dijalankan oleh Orde Baru diera Golkar zaman Suharto.
"Lain kata lain perbuatan ini sejarah terhitam pemerintahan saat ini dan tanda-tanda runtuhnya sebuah rezim dan dinastinya, sekaligus momen yang tepat buat PAN dan PKS jika ingin bubarkan diri untuk bergabung dengan Golkar karena hakekat reformasi yang diperjuangkan dahulu `dikubur` oleh ambisi jangka pendeknya," ujar politisi PDI Perjuangan ini.
Fahmi teringat ketika Pak Amien pidato acara MARA (Majelis Amanat Rakyat) sebagai embrio PAN, begitu menggebu-gebu mendukung pilkada dan pilpres langsung dan menyatakan bahwa MARA akan perjuangankan agenda reformasi, namun hari ini Amien Rais sudah layak menjadi Ketua Golkar Baru jika PAN jadi merger dengan Golkar.
"Sebagai aktivis 98 dan kaum muda saya minta maaf karena telah salah ikut mendengarkan pidato Amien saat itu dan percaya omongan orang yang lebih tua," katanya.
Untuk itu, Fahmi mengimbau agar segala penyebutan Amien Rais sebagai tokoh reformasi sudah tak berlaku lagu dan tidak lagi tercatat dalam literatur sejarah Bangsa Indonesia. Ini semua demi kehormatan dan darah pahlawan reformasi korban tragedi Trisakti dan Semanggi.
"FIBA menyesalkan adanya delegasi yang datang ke Asian Games dengan seragam yang tidak sesuai dengan regulasi resmi bola basket," bunyi pernyataan itu tanpa menyebut Qatar.
"Semua negara anggota federasi seharusnya mengetahui regulasi resmi dalam cabang bola basket," katanya.
Putri Qatar amat menyayangkan adanya pelarangan itu.
"Ini menghina kami, mereka tidak menghormati kepercayaan kami," kata pemain forward Qatar Refaa Morjan Mohammed kepada AFP, dengan menambahkan, tim mereka mengenakan penutup kepala dalam kejuaraan Arab dan tidak ada masalah.
Putri Qatar menyatakan mereka amat berharap dapat mengenakan jilbab ketika mereka tiba di Korea Selatan tapi ketika mereka tiba di stadion di Incheon ternyata mereka dilarang bertanding.
Centre Amal Mohamed Awad (28) memperingatkan bahwa bola basket akan menjadi tidak populer di negara Timur Tengah, kecuali FIBA mengubah aturan mereka.
"Saya meminta petinggi olahraga agar membiarkan kami mengenakan hijab - banyak tim negara Arab yang ingin ikut serta tapi mererka tidak bisa bertanding karena adanya aturan Federasi Bola Basket Internasional itu," katanya.
FIBA mendapat tekanan keras untuk merevisi aturan mereka itu, karena berlawanan dengan aturan lain, seperti di sepak bola, yang mengijinkan mengenakan penutup kepala.
FIFA, badan sepak bola dunia, mengubah aturan mereka pada tahun ini.
Qatar juga mendapat dukungan dari Dewan Olimpiade Asia (OCA), ketika Direktur Jenderal Husain Al-Musallam mengatakan bahwa hak atlet merupakan "prioritas paling tinggi."(Ant)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...