Pengamat: Pendidikan Pemilih Hindari Munculnya Politik Dinasti
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN – Pendidikan politik bagi calon pemilih perlu diutamakan, karena akan menjadi penentu muncul atau tidaknya politik dinasti atau fenomena pengisian struktur jabatan kekuasaan berdasarkan hubungan kekerabatan, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito.
"Politik dinasti muncul juga karena ada yang memilih, sehingga di sini pendidikan politik menjadi penting," kata Arie di Yogyakarta, Rabu (30/10).
Dia menilai calon pemilih hingga saat ini masih rentan terjebak dengan adanya politik uang yang sering kali memengaruhi objektivitas dalam menentukan pilihan.
"Kalau pemilihnya juga masih menjadi objek politik pragmatis atau terjebak politik uang, maka pemberantasan politik kekeluargaan juga sulit dilakukan," katanya.
Padahal sesungguhnya, menurut dia, masyarakat telah memahami fakta bahwa dengan adanya sistem politik kekeluargaan terbukti rentan terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sementara itu, Arie mengatakan selain melalui penekanan pendidikan pemilih, politik dinasti juga perlu dicegah melalui pembuatan regulasi yang membatasi pencalonan.
"Jadi, menurut saya, memang harus dilakukan (pembuatan regulasi), kalau kita memang ingin melakukan pembaharuan sistem," katanya.
Undang-undang Dasar (UUD) 1945, kata dia, memang tidak melarang kerabat atau keluarga untuk mencalonkan diri. Dalam UUD setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih.
Namun demikian, menurut dia, penghormatan terhadap hak memilih dan dipilih tersebut juga harus sesuai dengan prinsip equality dan etika.
"Kalau hanya berdasarkan hak, kemudian semua dapat berkuasa termasuk keluarga, itu artinya tidak memberi kesempatan yang lain atau tidak mempertimbangkan aspek equality," katanya. (Antara)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...