Pengamat: Perlu BBM Substitusi Pengganti Solar Bersubsidi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Jakarta Ninasapti Triaswati mengatakan, perlu ada bahan bakar minyak (BBM) substitusi atau pengganti solar bersubsidi supaya tidak terjadi kelangkaan setelah pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan bahan bakar tersebut.
"Harus ada bahan bakar lain yang bisa digunakan pengguna mesin diesel bila solar subsidi dibatasi. Meskipun harganya lebih mahal, bahan bakar substitusi harus tersedia," kata Ninasapti Triaswati dihubungi di Jakarta, Minggu (10/8).
Nina mengatakan, harus ada beberapa varian bahan bakar mesin diesel dengan variasi harga.
Menurut Nina, untuk membatasi penggunaan solar bersubsidi pada dasarnya ada dua pilihan yaitu, penyediaan bahan bakar sejenis dengan harga bervariasi atau pembatasan kuota.
"Kalau yang dipilih pembatasan kuota, maka bisa terjadi kelangkaan barang yang efeknya luas. Seharusnya yang dipilih adalah mekanisme harga yaitu adanya bahan bakar pengganti dengan harga reguler atau tidak disubsidi," tuturnya.
Saat ini stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina menyediakan beberapa varian bahar bakar mesin diesel. Selain solar bersubsidi, juga ada biosolar nonsubsidi dan Pertamina Dex.
Nina menilai subsidi BBM dan listrik yang setiap tahun mencapai Rp300 triliun dan selalu meningkat tidaklah efektif. Pasalnya, subsidi BBM tidak tepat sasaran karena justru dinikmati orang-orang kaya.
"Yang tidak punya mobil tidak bisa menikmati subsidi. Kalau bepergian mereka biasanya pakai kendaraan umum. Sebaliknya, semakin banyak punya mobil kalau pakainya BBM bersubsidi, maka semakin banyak pula dia bisa menikmati," katanya.
Karena itu, Nina mengatakan seharusnya subsidi terhadap barang tidak lagi dilakukan. Subsidi akan lebih tepat sasaran bila yang disubsidi adalah orang atau kelompok orang misalnya orang miskin, nelayan, petani dan pengusaha kecil.
Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) telah mengeluarkan surat edaran pada 24 Juli 2014 mengenai pengendalian bahan bakar minyak bersubsidi.
Dalam surat bernomor 937 tahun 2014 disebutkan larangan penjualan solar untuk wilayah Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014. Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan, kuota BBM bersubsidi hingga akhir 2014 diturunkan dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter. (Ant)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...