Penganggur Bulgaria Kehabisan Kesabaran
SOFIA, SATUHARAPAN.COM - Aksi demonstrasi menuntut perbaikan nasib dilakukan di jalan-jalan raya di kota Sofia, Bulgaria selama 35 hari, mulai dari (18/6), demonstran yang sebagian besar pengangguran tersebut tak sabar lagi dengan kepemimpinan Perdana Menteri Plamen Oresharski.
Pada (18/7) salah seorang demonstran, Gergana mengatakan bahwa perdana menteri Bulgaria sudah tidak peduli lagi dengan angka pengangguran semakin tinggi.
“Banyak orang sudah marah, kita ingin tindakan yang cepat tetapi mereka tidak mendengarkan. Mereka tidak mendengar apa yang kami inginkan, mereka hanya tahu kami berteriak di alun-alun kota Sofia ini.” Menurut Gergana.
Seruan pengunduran diri disuarakan para demonstran yang menginginkan perbaikan nasib, Coretan-coretan yang ada di berbagai tembok pinggiran kota Bulgaria mengekspresikan keadaan ekonomi yang tidak berpihak.
Setiap hari para demonstran disuguhi berbagai kejutan, contohnya adalah pada hari Minggu (14/7) disemburkannya gas air mata dari pasukan polisi anti huru hara kota Sofia.
Gas air mata yang disemprotkan pasukan polisi anti huru hara seakan tidak cukup meredakan kemarahan demonstran, terlebih lagi Menteri Dalam Negeri Bulgaria, Tsvetlin Yovchev bersikukuh bahwa permintaan mereka agar Perdana Menteri Plamen mengundurkan diri adalah hal yang mustahil.
“Kemungkinan pengunduran diri malah akan berakibat pada krisis yang lebih berkepanjangan, dan akan memungkinkan terjadinya perpecahan di negara ini,” menurut Tsvletin sembari menirukan ucapan Plamen.
Tsvletin mengatakan bahwa apabila para demonstran tidak dapat memahami kemauan pemerintah, maka dikhawatirkan akan terjadi kudeta.
“Jika kita meninggalkan para demonstran berlama-lama hanya berkumpul dan berdemonstrasi di pinggir kota, maka kami akan melakukan langkah-langkah keras.” Kata Tsvletin.
Menurut Daniel Smilov dari Pusat Studi Liberal Bulgaria, tiga alasan krusial yang menyebabkan pemerintahan Plamen saat ini tidak dapat dipertahankan lagi.
“Durasi demonstran yang berkumpul di pusat kota Sofia yang tiga puluh lima hari, kemudian bersatu padunya para demonstran satu sama lain dengan satu keinginan tunggal, dan betapa mudah dikenalinya Plamen sebagai sosok yang jahat.” Menurut analisis Smilov.
Survei dari sebuah lembaga riset independen di Bulgaria menyatakan bahwa 58% warga Bulgaria yang ikut demonstrasi saat ini meyakíni bahwa pemerintah saat ini apabila diteruskan akan menimbulkan krisis kepercayaan dan kepemimpinan.
(bbc.co.uk)
Editor : Yan Chrisna
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...