Pengeboman Gereja di Pakistan: Kelompok Militan Mengaku Bertanggung Jawab
PESHAWAR, SATUHARAPAN.COM – Kelompok militant mengaku bertanggung jawab atas insiden Peshawar. Kepada Associated Press, Ahmad Marwat, yang menyebut diri sebagai juru bicara untuk sayap Taliban Pakistan, seperti dikutip situs web Christian In Pakistan (CIP) pada 23 September, mengaku bertanggung jawab atas serangan bom di luar Gereja All Saints di Peshawar, Pakistan, Minggu lalu, seusai peribadatan.
”Kaum non-Muslim di Pakistan jadi target serangan kami, selama Amerika Serikat gagal menghentikan serangan udara di negara kami,” kata Marwat kepada AFP melalui telepon. Ia mengancam akan terus menyerang kaum non-Muslim di Pakistan selama Amerika tidak menghentikan serangan udaranya.
Sebelumnya, kelompok yang sama juga mengaku bertanggung jawab atas serangan pada kaum minoritas Syiah di wilayah tenggara Baluchistan. Pada Juni 2013, kelompok itu juga mengaku bertanggung jawab atas tewasnya sepuluh pendaki gunung asing di areal base camp Nanga Parbat, dalam pendakian gunung tertinggi kedua di wilayah Pakistan setelah K-2 itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri Nawaz Sharif telah berusaha memulai perundingan perdamaian dengan Taliban Pakistan, untuk mengakhiri satu dekade kekerasan. Bulan ini, konferensi politik semua partai digelar yang memberi persetujuan pemerintah untuk memulai negosiasi dengan para pemberontak. Tetapi, tawaran itu secara terbuka ditolak oleh Taliban. Upaya itu tidak berhasil menghentikan sebagai serangan.
“Kelompok teroris itu tidak beragama dan menyasar kalangan tidak berdosa sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan agama mana pun. Aksi kejam dan terorisme hanya merefleksikan kebrutalan dan pola pikir yang sangat tidak berperikemanusiaan,” katanya.
Gereja Putih
Gereja All Saints di Peshawar, Pakistan, seperti bisa dibaca dalam tulisan Madeeha Shakeel di CIP, diresmikan pada 27 Desember 1883. Gereja yang berlokasi di kawasan kota tua Kohati Gate, di wilayah barat laut Pakistan itu, bangunan luarnya mencirikan arsitek Pakistan. Kubah dan minaret menjadi penanda utama bangunan bercat putih itu.
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Kapten Graves. Janda Kapten Graves mempersembahkan sebuah meja kuningan yang menghiasi bangunan altar. Di dinding terpahat prasasti bertuliskan “This Church is erected to the Glory of God and dedicated to the memory of All Saints in the year of our Lord Jesus Christ 1883”.
Tata ruang bagian dalam bangunan indah berkapasitas 200 jemaat itu tidak banyak berubah dari aslinya, ketika pertama kali digunakan. Di pintu masuk, terpampang foto diri Pendeta Jukes mengenakan pakaian tradisional Afghan. Dinding-dindingnya dihiasi tulisan-tulisan dalam berbagai bahasa, Persia, Urdu, Pashto, Arab, Inggris, dan Ibrani. Ukiran kayu yang indah menghiasi kawasan altarnya.
Pemandangan lain yang menarik perhatian pengunjung gereja adalah Kitab Suci dalam bahasa Ibrani dan Inggris yang bertahun 1806, dihiasi pengunci kuningan bertuliskan ”Peshawar City, Afghanistan”. Bagaimana pun, bangunan gereja berumur 130 tahun itu mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan di beberapa bagian. Warga setempat yang tergabung dalam Frontier Heritage Trust (FHT) sudah berupaya melakukan pendekatan kepada pemerintah untuk memasukkannya ke dalam bangunan cagar budaya yang harus dilindungi dan mendeklarasikannya sebagai monument nasional berdasarkan Federal Antiquities Act 1975.
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...