Penggunaan Merek Gayo Mountain Coffee Dibatalkan OHIM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penggunaan merek kopi Gayo Mountain Coffee oleh perusahaan Belanda dihentikan oleh Office for Harmonization in the Internal Market (OHIM) Uni Eropa. Dengan pembatalan penggunaan merek dagang ini, pelaku usaha Indonesia tidak perlu merasa khawatir akan terjadi kesulitan jika kopi Gayo dari Aceh masuk ke pasar Eropa.
Sebagaimana diberitakan Antara, Duta Besar (Dubes) RI di Brussel, Arif Havas Oegroseno, pihaknya merespons positif atas surat OHIM Uni Eropa. Menurut Oegroseno, Kamis (25/7), OHIM memberi klarifikasi tentang pendaftaran mereka suatu produk Indikasi Geografis (GI) Indonesia yaitu kopi gayo tiak lagi sebagai merek dagang perusahaan Belanda.
Pihak OHIM pun menerangkan bahwa Indonesia, melalui KBRI Brussel, dapat mengajukan keberatan atas satu permohonan merek dagang di Uni Eropa. Atas keberatan ini, OHIM dapat memberhentikan merek dagang yang diusulkan.
Terkait dengan perlindungan Indikasi Geografis (GI), jelas Dubes, Komisioner Uni Eropa mengajak Indonesia untuk bekerjasama melaksanakannya. Dubes menyambut baik ajakan yang dinilainya positif, yakni pendaftaran produk GI Indonesia seperti Kopi Gayo Aceh, Kopi Kintamani Bali, Kopi Flores Bajawa dan Kopi Kalosi.
Pendaftaran ini akan mencegah pihak yang tidak bertanggung jawab mengalahkan produk kualitas tinggi Indonesia untuk kepentuingannya tanpa mempedulikan kepentingan Indonesia.
Alasan lain dia merespons ajakan Komisioner Uni Eropa, karena Indonesia telah menerima pendaftaran perlindungan dua produk GI Eropa yakni Champagne dan keju Parmesan.
Saat ini, kata Oegroseno, Indonesia memang perlu memperluas proteksi terhadap produk GI di berbagai negara yang menjadi tempat ekspor Indonesia, termasuk Uni Eropa.
Sertifikat
Tahun 2010, telah terbit sertifikat Indikasi Geografis (GI) yang menguatkan merek arabika Gayo berdasarkan daerah asal produk. Realitanya, Kopi Gayo sudah dikenal sebagai salah satu kopi terbaik dunia. Komoditi jenis arabika yang berasal dari dataran tinggi Tanah Gayo ini banyak diekspor ke negara-negara Eropa selain ke Amerika Serikat dan Asia.
Di sisi peringkat, kopi Gayo berada pada posisi premium, setelah melalui uji cita rasa di negara-negara pengimpornya. Untuk menjaga kualitasnya, pemerintah dan masyarakat Aceh Tengah berkomitmen menjaga lingkungan, terutama hutan sebagai faktor pendukung kualitas tanaman kopi di daerah yang berhawa sejuk itu.
Hingga saat ini, lahan kopi arabika Aceh Tengah seluas 48.300 hektare, dengan rata-rata produksi 720 kg/hektare. Hal ini melahirkan keunikan yang membuat kopi spesial bisa jadi sumber daya alam yang tidak bisa diklaim negara lain.
Pakar pertanian dari IPB Dr. Ir. Ade Wachjar M.Sc. mengemukakan keragaman kopi di Indoneisa, termasuk kopi spesial, mempunyai ciri khas rasa dan aroma yang ditentukan lingkungan tumbuhnya. Dengan demikian tidak perlu pula terlalu khawatir kopi spesial atau specialty kopi diklaim negara lain karena rasanya tergantung letak geografis.
Untuk menghasilkan rasa khas, kopi harus tumbuh dalam situasi iklim tertentu sehingga letak geografis menjadi faktor krusial dalam penanaman kopi.
Sebagai ilustrasi, Kopi Gayo kalau dikembangkan di Pengalengan Jawa Barat, rasanya akan berbeda
Beberapa daerah penghasil kopi spesial arabica di Indonesia adalah Sumatra Utara (kopi Mandailing dan Lintong), Aceh (kopi Gayo), Jawa Timur, Bali (kopi Kintamani), Sulawesi Selatan (Toraja-Kalosi), Nusa Tenggara Timur (Flores-Bajawa), dan Papua (kopi Baliem).
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...