Pengiriman TKI ke Timur Tengah Dihentikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal ke 21 negara di Timur Tengah, sebagai kebijakan untuk melindungi TKI yang bekerja di sektor domestik dan didominasi wanita tersebut.
"Kondisi TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan, sampai saat ini masih banyak menyisakan permasalahan, baik menyangkut pelanggaran norma ketenagakerjaan hingga pelanggaran HAM," kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (4/5).
Menaker mengaku berita akhir-akhir ini, yakni eksekusi terhadap dua TKI di Arab Saudi, Siti Zaenab dan Karni, menjadi salah satu pertimbangan bagi pengambilan kebijakan tersebut.
Perlindungan bagi TKI di sektor domestik, terutama di negara-negara Timur Tengah dinilai masih sangat kurang, apalagi ditambah dengan budaya setempat yang semakin mempersulit tindakan perlindungan tersebut.
"Sesuai dengan UU No 39 Tahun 2004, Pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur penempatan TKI ke luar negeri, agar mereka lebih sejahtera dan terlindungi. Pemerintah juga dapat menutup penempatan ke negara tertentu jika pekerjaan tersebut dinilai membawa mudarat dan bahkan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan martabat bangsa," kata Hanif.
Sebanyak 21 negara akan ditutup bagi pengiriman TKI informal, yang bekerja di sektor domestik yakni Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Yordania.
Saat ini, telah dilakukan moratorium di beberapa negara di antaranya yaitu ke Kuwait, Arab Saudi, Yordania, dan Suriah, serta menunda layanan pengesahan pesanan pekerjaan, dan pengesahan kontrak di Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, dan Bahrain.
Menaker menyebut "kebijakan keras" (hard policy) itu terpaksa diterapkan bagi negara-negara Timur Tengah, karena penerapan budaya/sistem kafalah (sponsorship) yang masih kental, di mana hak privasi majikan sangat kuat daripada perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan.
"Hal ini sering kali mengakibatkan TKI sangat bergantung pada sifat majikan, dan melemahkan posisi TKI menyangkut kondisi kerja dan kehidupannya," katanya.
Akibat sistem itu, banyak TKI yang tidak dapat pulang, karena dilarang majikan meskipun masa kontrak telah habis atau TKI dipindahtangankan ke majikan lain.
Di samping itu, banyak indikasi tindak pidana perdagangan manusia (trafficking) TKI antarnegara di Timur Tengah juga menjadi latar belakang kebijakan tersebut.
"Dalam minggu ini saya akan segera menandatangani SK Menaker tentang penghentian penempatan TKI pada pengguna perseorangan ini," kata Hanif Dhakiri.(Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...