Pengungsi asal Suriah di Brasil Bangga Bawa Obor Olimpiade
BRASILIA, SATUHARAPAN.COM – Perempuan pengungsi asal Suriah yang telah lama bermukim di Brasil, Hanan Dacka merasa bangga dapat membawa obor api ajang multi even olah raga, Olimpiade 2016 di sepanjang jalan ibu kota Brasil, Brasilia.
“Dengan olimpiade, kita harus merasa senang dan membawa keceriaan bagi banyak orang, karena dengan membawa api olimpiade ini, saya ingin banyak orang di dunia mengetahui bahwa pengungsi juga manusia, yang dapat melakukan banyak kegiatan positif,” kata Hanan setelah membawa arak-arakan api Olimpiade, di jalanan kota Brasilia, seperti diberitakan situs resmi Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi pengungsi (UNHCR), hari Selasa (4/5).
Sepanjang jalan ibu kota Brasil, hari Selasa (4/5) mengelu-elukan nama perempuan berusia 12 tahun asal Suriah tersebut. Hanan semakin girang dan menebar senyum tiada henti, langkah Hanan semakin cepat sementara di sebelah kanan dan kirinya Kepolisian Brasil yang menggunakan motor besar mengawalnya.
Ratusan warga Brasilia menyambut arak-arakan tersebut juga dengan karnaval lengkap dan banyak musik khas tradisional Brasil yang diperdengarkan di arak-arakan tersebut. Tidak ketinggalan ratusan relawan dari UNHCR dan panitia Komite Olimpade Brasil turut serta menyaksikan Hanan membawa api obor Olimpiade dengan tangan kirinya itu.
“Saya tidak merasa seperti seorang pengungsi aku merasa seperti warga Brasil saat ini,” kata Hanan.
Hanan mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Brasil yang menyambut keluarganya. Hanan mengemukakan dan berharap dalam arak-arakan olimpiade tersebut semua orang di dunia akan memperlakukan pengungsi dengan bermartabat, selain itu dia menginginkan seluruh dunia berdamai lewat olimpiade, karena ajang tersebut menurut dia lebih menekankan perdamaian daripada perselisihan.
Pekan lalu, saat arak-arakan api Olimpiade berada di kantor perwakilan PBB di Jenewa, Swiss, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon mengemukakan PBB akan menggunakan Olimpiade sebagai momentum menghormati pengungsi.
“Olimpiade memberi kesempatan untuk atlet berbakat yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena mengungsi untuk mengejar medali emas,” kata Ban kala itu.
“Dunia akan melihat pengungsi karena mereka layak untuk dilihat. Pengungsi mencerminkan kepribadian yang berbakat, kuat, dan inspiratif sehingga banyak orang akan senang dengan mereka, karena mereka sesungguhnya adalah roh dari olimpiade,” kata Ban.
Beberapa waktu lalu saat api Olimpiade masih diarak di Athena, Yunani ada pengungsi asal Suriah, Ibrahim Al Hussein, yang juga membawa arak-arakan api tersebut hari Selasa (26/4).
“Adalah sebuah kehormatan bagi saya mengarak olimpiade ini, setidaknya saya juga menjadi bagian dari ajang prestisius ini,” kata Al Hussein kala itu di situs resmi Olimpiade 2016, rio2016.com.
Dalam catatan situs resmi Olimpiade, Al Hussein adalah atlet renang namun pada 2012 dia kehilangan kaki kiri sebab bom mortir mencederai kakinya akibat perang berkepanjangan di Suriah, Al Hussein tidak berputus asa dan dia tetap menjadi atlet renang kategori difabel. Saat mengarak api olimpiade, Al Hussein dikelilingi ratusan anak-anak pengungsi yang ada di Athena, Yunani.
“Ini adalah kesempatan bagi saya untuk membuktikan kepada dunia, dengan api olimpiade ini saya berharap semua perang akan berakhir dan bahwa setiap orang dapat kembali ke rumah mereka dalam damai,” kata Al Hussein, kala itu.
Situs resmi UNHCR menyebut Hanan mewakili salah satu dari 60 juta pengungsi dari seluruh dunia yang saat ini ingin menunjukkan solidaritas dengan ajang yang menyatukan hampir seluruh atlet dari seluruh dunia.
Hanan dan keluarganya, dalam situs resmi UNHCR, menghabiskan dua setengah tahun di kamp pengungsi Zaatari, di Yordania.
Mereka mengungsi karena mencari ketenangan dan kenyamanan, terutama untuk pendidikan Hanan.
Saat Hanan dan keluarganya memperoleh visa pengungsi, Hanan melanjutkan sekolahnya yang sempat terhenti akibat perang di Timur Tengah, Hanan kini menempuh pendidikan di sebuah sekolah menengah pertama di Sao Paulo, Brasil.
Hanan dan orangtuanya – Khaled (ayah) dan Yusra (ibu) – serta dua saudara kandungnya Mostafa (kakak) dan adik nya Yara datang ke Brazil bersama dengan kerabat lainnya lebih dari setahun yang lalu.
Dalam catatan UNHCR, sejauh ini lebih kurang 8.000 visa telah dikeluarkan oleh otoritas Brasil bagi pengungsi asal Timur Tengah. (unhcr.org/ rio2016.com)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...