Pengungsi Syiah Sampang Menuntut Janji SBY
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Warga Syiah dari Kabupaten Sampang, Madura bertekad tetap bertahan di Jakarta sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menemui dan mengabulkan tuntutan mereka, yaitu dipenuhinya hak-hak konstitusional mereka dan pulang ke kampung halaman dengan aman dan damai.
Pernyataan itu disampaikan Mad Rasyid, salah satu pegowes mewakili sejumlah pengungsi Syiah Sampang dalam konferensi pers di kantor KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), hari Senin (17/6) di Jakarta.
Sejak peristiwa penyerangan pada Agustus 2012 lalu, sudah sembilan bulan warga Syiah diterlantarkan di gedung olah raga (GOR) Sampang, Madura oleh pemerintah tanpa kepastian. Oleh karena itu, sejak awal Juni 2013 sepuluh orang perwakilan mereka melakukan aksi Gowes Kemanusiaan (bersepeda) sejauh 850 kilometer antara Surabaya dan Jakarta.
Setelah 16 hari bersepeda mereka tiba di depan Istana Negara pada hari Minggu (16/6) dengan membawa satu tuntutan utama: bertemu dan menagih janji Presiden SBY agar segera memenuhi hak-hak konstitusional mereka untuk pulang ke kampung halaman dengan aman dan damai.
Sepanjang perjalanan, kesepuluh korban kekerasan dan diskriminasi agama serta keyakinan itu disambut aktivis HAM dan demokrasi, serta singgah di beberapa tempat untuk berdiskusi dan memberikan testimoni tentang kekerasan yang menimpa mereka.
Melalui aksi “Gowes Kemanusiaan” tersebut, beberapa lembaga penting di tiap kota besar sepanjang rute perjalanan telah disinggahi. Di antaranya Universitas Diponegoro, Universitas Wahid Hasyim, beberapa rumah dinas Bupati, pondok pesantren dan rumah tokoh ulama NU, serta sejumlah kantor LSM yang peduli terhadap perjuangan mereka dalam menegakkan pilar bangsa (Pancasial, UUD ’45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika).
Selain tujuan utama bertemu langsung Presiden SBY di Jakarta dan menyerahkan surat terbuka berisi tuntutan minta pulang dan menolak relokasi, para pegowes dijadwalkan bertemu Wantimpres, Mendagri, DPR RI, Kemenag, KPAI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga terkait lainnya.
Sementara itu, Aliansi Solidaritas Kasus Sampang, yaitu sejumlah lembaga yang mendampingi pengungsi Syiah Sampang (KontraS, YLBH Universalia, AMAN Indonesia, Elsam, ANBTI, dan Sejuk) menuntut dan menagih janji SBY. Menurut mereka seperti disampaikan Yati Andriadi dari KontraS menyatakan bahwa dalam pernyataan resmi pasca peristiwa Sampang I dan II, Presiden akan memberi perhatian khusus atas penuntasan / penanganan kasus tersebut.
Sembilan bulan telah lewat sejak janji itu terucap. Faktanya, sampai detik ini pengungsi Syiah masih mendekam dan terpenjara di GOR Sampang. “Tentu SBY selaku Presiden Republik Indonesia tak pantas mengelak untuk mendengar keluhan tiap warga negara Indonesia dalam menuntut haknya yang sah berupa perlindungan atas raga, nyawa, harta dan tempat tinggal mereka sebagaimana diatur dan dijamin oleh konstitusi,” katanya.
Koalisi ini berpandangan bahwa Presiden SBY juga terikat janjinya kepada dunia internasional untuk melindungi warga negara Indonesia dari setiap kekerasan dan diskriminasi agama dan keyakinan. Sebab, pada akhir Mei yang lalu SBY telah bersedia menerima World Statesman Award dari Appeal of Conscience Foundation (ACF), sebuah yayasan antara agama yang berbasis di New York. Karena itu, selaku presiden sebuah negara yang dianggap berhasil mengembangkan kehidupan toleran sudah sepantasnya SBY membuktikan bahwa dirinya layak menerima penghargaan tersebut.
Menurut koalisi tersebut, pengungsi Syiah Sampang yang terlantar dan dipaksa menjadi pengungsi di negeri sendiri dan terancam intimidasi terkait relokasi, adalah ujian serius bagi pemenuhan janji SBY. Inilah kesempatan emas bagi Presiden NKRI itu membuktikan kelayakannya menerima award toleransi tersebut.
Sebaliknya, bila relokasi yang inkonstitusional itu dianggap sebagai satu-satunya solusi bagi warga Syiah Sampang agar mereka diusir keluar dari kampung halamannya, sementara SBY diam tak peduli bahkan terkesan merestui, maka dapat dipastikan bahwa selaku kepala negara, SBY telah menciderai rasa kemanusiaan dan melanggar konstitusi.
Dalam konferensi pers tersebut, para pengungsi Sampang didampingi oleh Usman Hamid dari Kontras, Maman Imanulhaq dari Pondok Pesantren Al- Mizan Majalengka, Prof. Dr. Siti Musdah Mulai dari Indonesian Conference on Religious and Peace (ICRP).
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...