Pengusaha Desak Pemerintah Transparan Data Stok Sapi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sarman Simanjorang, Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, mendesak pemerintah untuk transparan terhadap data stok sapi nasional.
Menurut dia, apabila data stok sapi tidak pasti maka dipastikan pemerintah akan salah dalam mengambil kebijakan jumlah impor sapi.
“Kalau datanya tidak pasti, maka pemerintah dipastikan akan salah mengambil kebijakan dalam hal jumlah impor. Karena sumber kita cuma dua, daging lokal dan daging impor,” kata Sarman Simanjorang di Menara Bidakara 2, Pancoran, Jakarta, hari Rabu (24/2).
“Nah kalau data daging lokal ini tidak pasti, ya sudah pasti pemerintah salah mengambil kebijakan. Itu intinya,” dia menegaskan.
Sarman mendesak, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk duduk bersama menyamakan data stok sapi, karena menurut dia selama ini kedua kementerian itu tidak sama dalam data.
“Makanya kita sampaikan bahwa pemerintah dalam hal ini harus duduk satu meja, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, duduk satu meja buka-bukaan (data). Karena di antara pemerintah data-datanya bisa enggak sama. Konsumsi daging per kapita di Kemenko (Kementerian Perekonomian) itu berbeda datanya dengan konsumsi per kapita di Kementerian Pertanian,” katanya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta itu mencontohkan, tahun ini pemerintah sudah memutuskan bahwa kebutuhan daging kita pada 2016 itu adalah 675.000 ton atau setara dengan 3,9 juta ekor. Dari 675.000 ton itu hanya 15 persen yang impor. 80.000 ton adalah daging bekunya, 600.000 ekor itu yang impor.
“Kalau kebutuhan kita 3,9 juta ekor, 600.000 ekor yang impor berarti 3,3 juta ekor harus dari dalam negeri. Tapi anehnya, kalau ketika terjadi gejolak harga daging sapi seperti ini selalu yang ditanyakan impornya, yang 15 persen itu. Padahal 85 persen tidak pernah ditanya ‘mana daging sapi lokalnya?’” katanya.
“Nah ini yang menurut hemat kami, pemerintah harus segera melakukan evaluasi secara terbuka. Karena sebentar lagi kita sudah memasuki bulan Maret. Bulan Juni kita akan puasa, bulan Juli kita akan lebaran.”
“Jadi kalau tidak hati-hati pemerintah dan terbuka - betul-betul menghitung evaluasi kebutuhan daging kita dalam waktu dekat - maka kita khawatirkan menjelang bulan puasa ini akan terjadi lagi gejolak dan akan lebih dashyat lagi,” kata Sarman.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...