Perang Israel Hamas Berkecamuk Lagi, Nasib Sandera dan Gaza Makin Tidak Jelas
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Gencatan senjata selama sepekan antara Hamas dan Israel berakhir dan pertempuran kembali terjadi pada hari Jumat (1/12) pagi. Nasib wraga Israel, para sandera di tangan Hamas ,yang diperkirakan sebanyak 136 orang makin tidak menentu.
Gencatan senjata sepekan menghasilkan pertukaran puluhan sandera yang ditahan oleh Hamas dengan sejumlah tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, namun pada Jumat pagi memberi jalan bagi dimulainya kembali pertempuran antara Israel dan Hamas.
Ketika para mediator bergerak di antara pihak-pihak yang bertikai dalam upaya terakhir untuk menengahi pertukaran yang lain, muncul pertanyaan tentang siapa yang masih ditahan di daerah kantong yang terkepung tersebut.
Hamas dan militan lainnya menyandera sekitar 247 sandera dalam serangan mematikan mereka pada 7 Oktober di Israel selatan, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang. Israel membalas dengan menyerang Jalur Gaza, menewaskan sedikitnya 13.300 orang, dua pertiganya adalah wanita dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas.
Berikut ini gambaran lebih dekat nasib para sandera.
Sandera Yang masih Diawan Hamas
Israel mengatakan pada hari Jumat bahwa 136 sandera masih berada di Gaza. Mereka termasuk 119 pria dan 17 perempuan serta anak-anak, menurut juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Daniel Hagari. Sekitar 10 sandera berusia 75 tahun ke atas, kata Kantor Perdana Menteri Israel pada hari Jumat.
Mayoritas dari mereka adalah orang Israel, sedangkan 11 orang adalah warga negara asing, termasuk delapan orang dari Thailand, satu orang dari Nepal dan Tanzania, dan satu orang Prancis-Meksiko.
Sebelumnya, juru bicara pemerintah, Eylon Levy, menyebutkan sandera termuda, Kfir Bibas yang berusia 10 bulan, saudara laki-lakinya yang berusia empat tahun, Ariel, dan ibu mereka Shiri, masih termasuk di antara para sandera.
Militer mengatakan sedang menyelidiki klaim Hamas bahwa anak laki-laki dan ibu mereka tewas dalam serangan udara Israel. Hagari tidak memberikan informasi tentang ketiganya.
Kekhawatiran Keluarga
Keluarga para sandera yang belum dibebaskan masih menunggu dengan putus asa, menyerukan pemerintah untuk membawa pulang orang-orang yang mereka cintai.
Mereka mendengar laporan dari keluarga sandera yang baru dibebaskan bahwa kondisinya sulit dan khawatir orang yang mereka cintai tidak memiliki cukup makanan dan air. Mereka memohon kepada Palang Merah untuk membawakan obat-obatan yang sangat dibutuhkan oleh keluarga mereka. Mereka menderita karena hanya sedikit informasi tentang kerabat mereka yang muncul ke permukaan.
Sharone Lifschitz, yang ibunya dibebaskan pada bulan Oktober, pekan ini mendengar bahwa seorang sandera yang kembali telah melihat ayahnya, Oded Lifshitz, 83 tahun, disandera. Ayahnya, yang mengeja nama keluarganya dengan cara berbeda, terakhir terlihat ditembak ketika militan membawanya ke Gaza.
Dia mengatakan berita itu adalah sebuah “sinar cahaya” tetapi dia bertanya-tanya apakah berita itu masih benar.
“Ayah saya sakit, lemah. Dia butuh obat,” katanya. “Saya tidak tahu berapa lama dia bisa bertahan dalam kondisi sekeras ini.”
Dia mengatakan kembalinya para sandera perempuan dan anak-anak merupakan hal yang sangat pahit karena suami dan ayah mereka masih ditahan. Gagasan bahwa anak-anak akan dapat pulih dari penyanderaan, sementara itu ayah mereka tetap menjadi sandera, adalah “tidak terpikirkan,” tambahnya.
Informasi Sedikit tentang Sandera Meninggal dalam Tawanan
Ketika gencatan senjata memudar, militer mengatakan pada hari Jumat (1/12) bahwa empat sandera dilaporkan tewas di penhanan, termasuk orang tertua yang disandera.
Keempatnya, Maya Goren, 56 tahun, Arye Zalmanovich, 86 tahun, Ronan Engel, 54 tahun, dan Eliyahu Margalit, 75 tahun, berasal dari Kibbutz Nir Oz. Kibbutz hancur dalam serangan itu, dan sekitar seperempat penduduknya terbunuh atau diculik.
Pada hari Kamis (30/11), militer mengumumkan kematian Ofir Tzarfati, seorang warga Israel lainnya yang diyakini telah disandera. Dua sandera lainnya telah tewas dalam penyanderaan Hamas sejak 7 Oktober, menurut militer.
Para pejabat tidak banyak bicara mengenai penentuan jumlah korban tewas, namun pihak militer mengatakan mereka telah mengumpulkan informasi berharga dari para sandera yang kembali.
Zalmanovich, ayah dua anak dan kakek lima anak, adalah pendiri Kibbutz Nir Oz, kata sebuah pernyataan dari kelompok keluarga hilang. Goren adalah ibu dari empat anak dan guru taman kanak-kanak di kibbutz. Suaminya dibunuh oleh militan Hamas pada 7 Oktober.
Engel, ayah tiga anak, adalah seorang fotografer dan sukarelawan paramedis yang istri dan dua putrinya dibebaskan dari Gaza pekan ini, kata kelompok itu.
Kelompok tersebut tidak segera merilis informasi mengenai Margalit.
Tentang Sandera Yang Dibebaskan
Selama gencatan senjata, sekitar 110 sandera yang ditahan oleh militan Hamas di Gaza dikembalikan ke keluarga mereka, kata pemerintah Israel pada hari Jumat. Mereka termasuk 86 warga negara Israel dan 24 warga negara asing, sebagian besar warga Thailand.
Para sandera yang kembali sebagian besar tampak dalam kondisi kesehatan yang stabil, mampu berjalan dan berbicara dengan normal meskipun banyak yang kehilangan berat badan di penahanan. Seorang sandera berusia 84 tahun kembali dalam kondisi kritis setelah tidak menerima perawatan medis yang layak, kata dokter. Yang lain kembali menggunakan kruk.
Keluarga-keluarga menyambut kepulangan orang-orang yang mereka cintai dengan gembira, namun dokter telah memperingatkan dampak psikologis dari penyanderaan dan mengatakan bahwa mereka menghadapi jalan panjang menuju pemulihan.
Belum ada cerita mendalam mengenai penderitaan atau penahanan para sandera karena pemerintah telah mendesak mereka yang dibebaskan, keluarga mereka dan media untuk tidak mempublikasikan rincian masa tahanan mereka untuk membantu menjamin keselamatan mereka yang masih ditahan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...