Peraturan Bersama Menteri Untuk Mengatur Pendirian Rumah Ibadah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan dalam memahami persoalan pendirian rumah ibadah, harus dilihat dari dua perspektif, yakni perspektif agama dan sosiologis.
Dari pandangan agama, kata Menteri, pembangunan rumah ibadah merupakan hal yang positif, karena semakin banyak rumah ibadah yang didirikan, maka nilai-nilai keagamaan yang disiarkan para pemuka agama diterima dengan baik oleh para umat.
“Dengan demikian, pemahaman keagamaan yang semakin baik sehingga tentu saja berkorelasi dengan kehidupan keagamaannya yang makin berkualitas, kemudian terbangun kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat yang majemuk. Hal ini tentu disyukuri oleh Kementerian Agama,” kata Menag saat menerima delegasi Dewan Paroki dan Panitia Pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa Clara Bekasi Utara di Kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, hari Senin (6/6), seperti yang dilansir dari situs kemenag.go.id.
Namun dalam perspektif sosiologis, kata Menag, masyarakat memiliki pemahaman tersendiri yang berbeda. Hal ini lantaran cara pandang yang dibangun berdasarkan kepentingan, latar belakang, atau pemahaman agama yang belum tentu benar sesuai dengan esensi-esensi ajaran agama tersebut .
“Karena kenyataan inilah, maka Peraturan Bersama Menteri (PBM) No 8 dan 9 Tahun 2006, tentang Pendirian Rumah Ibadat, lahir sebagai regulasi untuk mengatur dan menengahi kesalahpahaman yang ada dalam masyarakat terkait pendirian rumah ibadah,” kata Menag.
Menurut dia, dampak sosial yang ditimbulkan tersebut karena tiap rumah ibadah akan menghadirkan jemaat yang mengikuti rangkaian ritual langsung maupun tidak langsung, yang umunya bersinggungan pula dengan lingkungan sekitar.
Jadi sesungguhnya, kata Menag, PBM hadir dalam rangka melindungi umat beragama, untuk menjalankan ibadah agamanya dan menghindari gesekan dalam masyarakat.
Terkait proses pembangunan gereja St. Clara, Menteri Agama memandang bahwa secara yuridis pihak Gereja telah menaati aturan yang disyaratkan dalam PBM.
Menteri juga, mengapresiasi upaya pastor dan panitia melakukan serangkaian pendekatan berupa dialog-dialog persuasif dengan beberapa kelompok masyarakat yang ditengarai berkeberatan dengan pembangunan gereja tersebut.
“Saya mengapresiasi sikap Romo dan jemaat umat Katolik Santa Clara, yang tidak hanya memandang pihak atau kelompok lain, namun juga ada keinginan yang kuat untuk berefleksi dan mawas diri. Karena memang diperlukan sikap kerendahatian untuk duduk bersama dan berbicara dari hati ke hati,” kata Menteri.
Kementerian Agama pun, kata Menag, memiliki keterbatasan karena aturan PBM juga lebih menekankan peran dari Pemda setempat untuk menangani persoalan, bahkan mengakomodasi masalah sebagai upaya solusi kedua belah pihak. Namun sebagai Menteri Agama, akan berupaya untuk membantu mengupayakan dialog persuasif tersebut.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...