Peresmian Gedung Gereja Protestan Bantaeng
BANTAENG,SATUHARAPAN.COM — Gedung Gereja Protestan yang ada di Bantaeng merupakan salah satu bukti sejarah pelayanan umat Kristen di Sulawesi. Gereja Protestan Bantaeng merupakan salah satu jemaat Gereja Protestan Indonesia (GPI).
Di sana nama Pdt. Jonathan Keling menjadi pusat pembicaraan Gereja Luwu Banggai karena dia mengadakan baptisan pada tanggal 21 Januari 1913 (kini masuk Sulawesi Tengah), kemudian pada tanggal 13 Maret 1913 mengadakan Baptisan pertama di Makale, Tana Toraja (kini Sulawesi Selatan) dan juga mengadakan Baptisan Massal pada tanggal 12 Oktober 1913. (Sulawesi Barat). Ketiga peristiwa inilah yang juga menjadi sejarah bagi perkembangan pelayanan Gereja Kristen Protestan Luwu Banggai, Gereja Toraja dan Gereja Toraja Mamasa yang pada tahun ini memperingati seratus tahun Injil masuk ke daerah masing-masing.
Pdt. Jonathan Keling merupakan pendeta bantu dari Indische Kerk (lengkapnya Het Protestantche Kerk in Nederlandsch-Indie atau GPI – adalah gereja yang dibentuk pemerintah Belanda dengan menyatukan semua gereja Protestan di Indonesia pada tahun 1815. Gereja ini dibentuk pemerintah Belanda sebagai bagian dari administrasi pemerintah kolonial di Indonesia untuk melanjutkan tanggung jawab pelayanan jemaat-jemaat Protestan yang sebelumnya berada di bawah tanggung jawab VOC, sebelum badan dagang Belanda ini bubar pada tahun 1799. Para pendeta/pendeta bantu/pendeta pribumi dalam gereja ini diangkat dan digaji (mutasi dsb) oleh pemerintah kolonial. Baru pada tahun 1916 dan 1933 berlangsung rapat gerejawi para utusan jemaat-jemaat untuk memulai proses pemisahan gereja ini dari administrasi kolonial, dan membentuk gereja-gereja etnis-teritorial.
Peresmian Renovasi Gedung
Kini masyarakat Kristen boleh berbangga karena Gedung gereja Protestan Kabupaten Bantaeng yang merupakan peninggalan Belanda yang terletak di jalan Kartini telah direnovasi. Gereja yang semula berukuran 8 X 15 meter menjadi 11 X 18 meter bujur sangkar. Renovasi yang berlangsung selama 7 bulan tersebut menghabiskan anggaran Rp 600 juta.
Sebagai tanda resminya penggunaan gereja yang dibangun Pemerintah Belanda 12 September 1939 tersebut, Bupati Bantaeng HM Nurdin Abdullah menandatangani prasasti renovasi gedung tersebut, Minggu (22/9), dalam sebuah ibadah hari minggu.
Bupati yang didampingi Ketua Umum Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja Pendeta Musa Salusu M.Th, Badan Pekerja Majelis Gereja Toraja Bantaeng Pendeta Johan Tupa S.Th dan Badan pekerja Gereja Klasis Makassar tersebut juga menggunting pita pembukaan pintu gereja sebagai tanda peresmian dan penggunaan gedung gereja yang baru dibangun.
Bupati Bantaeng HM Nurdin Abdullah mengapresiasi partisipasi umat beragama di wilayah kerjanya hingga daerah berjarak 120 kilometer arah selatan Kota Makassar, ibukota Provinsi Sulsel tetap kondusif dalam kehidupan bersama.
Masih menurut Nurdin Abdullah, bila daerah ini diurus dengan baik, berkah Allah akan turun. Karena itu, ia berharap kepada para ulama dan pendeta agar mengurus umat dengan baik.
Kerukunan umat beragama yang baik akan mendorong daerah ini jauh lebih baik di kemudian hari, ujarnya.
Sebelumnya, Pdt Musa Salusu M.Th mengingatkan umat Protestan yang ada di Bantaeng untuk tidak terlalu bangga dengan gedung yang mewah, namun yang paling penting adalah pembinaan kerohanian karena akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku setiap anggota dalam kehidupannya sehari-hari.
Pdt. Musa Salusu juga berpesan agar gedung baru Gereja Toraja Jemaat Bantaeng menjadi sumber inspirasi dan pembentukan karakter masyarakat yang memiliki cinta kasih. (Dari berbagai sumber)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...