Pernyataan Bupati Ciamis Memperuncing Konflik Agama
CIAMIS, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Pemantau Peradilan Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KPP-KBB), menyikapi tekanan yang dihadapi Jemaat Muslim Ahmadiyah Ciamis, Jawa Barat yang terancam mengalami penyegelan masjid, karena tekanan organisasi Front Pembela Islam (FPI) dan juga adanya pernyataan Bupati Ciamis yang tidak memberikan perlindungan kepada warganya.
Secara khusus Koalisi Pemantau menilai Bupati Ciamis telah memperuncing konflik agama dengan pernyataan yang dapat menyulut aksi intoleransi di Kabupaten Ciamis.
Dalam pernyataan pers yang diterima satuharapan.com pada Selasa (24/6), KPP-KBB menguraikan kronologi kejadian ancaman penyegelan masjid Ahmadiah dan unjukrasa di pendopo Kabupaten Ciamis.
KPP-KBB menjelaskan bahwa pada Senin, 23 Juni 2014, di Ciamis berlangsung pawai Ta’aruf, yang dalam bahasa Indonesia berarti perkenalan. Sekitar 300 orang anggota FPI meramaikan pawai yang sudah menjadi agenda rutin tahunan. Di dalam pawai ini para FPI mengusung agenda penyambutan bulan Ramadan dan deklarasi Capres. Selain kedua agenda tersebut FPI juga merencanakan agenda lain, yakni penutupan Masjid Ahmadiyah Ciamis pada awal pawai.
Agenda penutupan masjid tidak terjadi, karena jemaat Ahmadi Ciamis bergegas mengajukan permohonan perlindungan ke Kepolisian Sektor Ciamis. Beberapa polisi dari Polsek Ciamis termasuk Kapolsek berjaga di Masjid Ahmadiyah.
Di akhir pawai Ta’aruf, FPI berorasi dan berunjukrasa di pendopo Kabupaten Ciamis, menuntut penyegelan Masjid Ahmadiyah Ciamis. Unjukrasa disambut langsung oleh Bupati Ciamis Iing Syam Arifin yang didampingi Wakil Bupati Ciamis Jeje Wiradinata dan Sekretaris Daerah H. Herdiat.
Dalam penjelasan kepada massa, Bupati Iing Syam Arifin mengatakan terkait jemaah Ahmadiyah bahwa dirinya secara pribadi menolak keras keberadaan aktivitas jemaah Ahmadiyah yang ada di Ciamis, tetapi kata dia, terkait penuntutan tersebut harus ada proses hukum yang ditempuh.
“Terkait Ahmadiyah kami akan segera tindak lanjuti karena ada proses hukum yang harus ditempuh,” ujarnya.
“Kami memang menolak dengan keberadaan Ahmadiah, kami sudah memerintahkan agar intansi lain menolak kedatangan Ahmadiyah, atau masuk ke pemerintahaan,” kata Iing Syam Arifin.
Bupati Iing Syam Arifin meminta massa FPI agar bersabar, sebab untuk melakukan penutupan masjid terdapat prosedur yang harus ditempuh.
Terhadap pernyataan Bupati Ciamis itu, Koalisi Pemantau menjelaskan bahwa hal ini dapat dikategorikan sebagai statemen pribadi yang sangat berbahaya yang diucapkan oleh seorang kepala daerah yang dapat berimplikasi terhadap praktek penyebaran kebencian dan terintimidasinya minoritas Ahmadiyah, khususnya di Ciamis.
Koalisi Pemantau juga berpendapat bahwa pernyataan Bupati Ciamis yang disampaikan bukanlah solusi dari konflik yang ada, namun justru akan menyuburkan konflik yang sedang terjadi dan dapat menyulut aksi yang lebih luas dari kelompok intoleran.
Koalisi Pemantau menuntut keseriusan Bupati Ciamis dalam melindungi warganya yang menghadapi tekanan atau bahaya dari kelompok lain dan memberikan jaminan dan perlindungan tiap warganya untuk menjalankan agama atau kepercayaannya masing-masing, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi UUD 1945.
Dengan menegaskan bahwa sikap dan pernyataan Bupati Ciamis tersebut sangat berbahaya dan dapat merusak kerukunan antar umat beragama, KPP-KBB mendesak supaya:
Bupati Ciamis Iing Syam Arifin menghentikan praktek penyebaran kebencian melalui pernyataan yang berpotensi merusak kerukunan umat beragama, dan memperuncing konflik yang ada.
Bupati Ciamis menarik kembali pernyataannya dan meminta maaf kepada Jemaat Muslim Ahmadiyah atas pernyataan, Senin (23/6) di Pendopo Kabupaten Ciamis. Sebagai pejabat pemerintah harus melindungi semua warganya termasuk kelompok minoritas dengan tindakan, sikap, dan kebijakan yang mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Kepolisian Resort maupun Sektor Ciamis terus meningkatkan fungsi perlindungan dan pengayoman terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah Ciamis.
Menteri Dalam Negeri memberikan himbauan dan teguran kepada Bupati Ciamis atas pernyataannya, dan agar tidak mengulangi praktek penyebaran kebencian, serta terus berupaya menjaga kerukunan umat beragama
Tentang KPP-KBB
KPP-KBB dibentuk atas desakan dan keprihatinan bersama atas kondisi peradilan yang tidak berpihak pada korban (minoritas) pada kasus-kasus kebebasan beragama/ berkeyakinan, pada Kamis 31 Oktober 2013, yang dimotori oleh Elsam dan sejumlah pekerja HAM dari beberapa organisasi yang selama ini secara masif melakukan advokasi kebebasan beragama/berkeyakinan.
Lembaga-lembaga pendukung berdirinya KPP-KBB terdiri dari ELSAM, The Wahid Institut, SETARA Institute, LBH Makassar, LBH Banda Aceh, LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Surabaya, Perkumpulan 6211 - Jakarta, CMARs – Center for Marginalized Communities Studies- Surabaya, AMAN Indonesia, Koalisi NGO HAM Aceh, HKBP Filadelfia Bekasi, Lembaga Studi Kemanusiaan NTB – Lensa, YLBHU – Sampang, FAHMINA – Cirebon, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat Sulsel – LAPAR, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) – Jakarta, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komunitas Tikar Pandan – Aceh, dan Pemuda Lintas Agama (PELITA) Cirebon. (PR)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...