Pertemuan DGD Soroti Pelanggaran HAM di Manipur, India
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Sekelompok aktivis dari Manipur, negara bagian India di timur laut, mengunjungi Dewan Gereja-gereja Dunia (DGD/ WCC-World Caouncil of Churches) kantor pusat di Jenewa , Swiss pada Rabu (26/3). Mereka menyampaikan tentang pelanggaran hak asasi manusia di wilayah mereka dan berupaya melobi untuk melawan Undang-undang tentang Wewenang Khusus Angkatan Bersenjata (Armed Forces Special Powers Act /AFSPA) pada sesi ke-25 pertemuan Dewan HAM PBB.
Kelompok ini menceritakan konflik yang sedang berlangsung di Manipur, negara bagian di timur laut India, di mana AFSPA digunakan dalam kasus pembunuhan di luar hukum atas tuduhan pelanggaran terhadap negara. AFSPA merupakan hukum dari masa kolonial dan telah diadopsi oleh India setelah merdeka. Undang-undang ini memberikan wewenang khusus, di antaranya untuk membunuh atau menahan tersangka tanpa proses hukum oleh pasukan keamanan India.
Kelompok aktivis yang datang ke Jenewa termasuk Nobo Urikhimbam, Lheikhochin Haokip Mangvung Hechin, dan Sobita Mangsatabam, dari United NGO’s Mission - Manipur (UNMM), yang berpartisipasi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh program WCC untuk Masyarakat yang Adil dan Inklusif.
Urikhimbam, sekretaris UNMM, mengatakan bahwa sejak tahun 2004 lebih dari 4.000 orang di Manipur meninggal dan banyak yang telah dipenjara dan disiksa oleh pasukan keamanan India. Karena kekacauan politik di negara bagian itu, jumlah kasus eksekusi di luar hukum telah cukup tinggi, kata dia.
Pemerintah India sampai sekarang belum mampu menyelesaikan konflik tersebut, kata dia menambahkan.
Urikhimbam menekankan pentingnya intervensi dari mekanisme PBB dalam menanggapi situasi tersebut. Dia menyebutkan laporan “Memorandum tentang Ekstrajudisial, Eksekusi dan Kesewenang-wenangan pada Christof Heyns, Pelapor Khusus tentang Ekstrajudisial, atau Kesewenang-wenangan , yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil tentang Hak Asasi Manusia.
Sobita Mangsatabam mengatakan, UNMM juga menyoroti nasib perempuan di Manipur, yang selalu menjadi korban utama dalam konflik. Dia mengatakan bahwa perempuan sering disalahgunakan oleh pasukan keamanan, dan terjadi eksploitasi seksual dan pemerkosaan terhadap perempuan, serta digunakan sebagai senjata perang.
Mangsatabam menambahkan bahwa diperlukan penyelidikan serius tentang pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia, dan para pelaku harus dibawa ke pengadilan.
Konflik di Manipur merupakan salah satu masalah yang dibahas di Sidang Raya ke-10 DGD di Busan, Korea Selatan. Kasus ini perlu mendapat perhatian lebih kuat dari gereja-gereja, kata para aktivis mendesak.
Dewan Nasional Gereja-gereja di India adalah aktor penting dalam membangun kontribusi yang signifikan bagi upaya perdamaian di Manipur, kata mereka.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...