Pertemuan di New York Bahas Aksi Hentikan Pencemaran Laut
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Pekan ini, 5-9 Juni, lebih dari 4.000 pemimpin dari kalangan pemerintah, ilmiah, bisnis, dan masyarakat madani, bertemu di New York untuk memobilisasi aksi untuk menghentikan pencemaran laut.
Laut dilanda berbagai masalah, mulai dari polusi, plastik sampai penangkapan ikan terlalu banyak. Laut semakin tidak sehat dan manusia adalah penyebab utamanya.
Presiden Majelis Umum PBB Peter Thomson mengatakan, “Laut sangat bermasalah. Ini bukan sesuatu yang terjadi secara alami. Semua masalah ini ditimbulkan oleh manusia. Kita harus mencari solusinya.” Demikian pernyataan yang dilansir situs voaindonesia.com.
Perubahan iklim juga membuat laut terkena dampaknya. Seiring dengan memanasnya suhu planet, semakin banyak karbon dioksida yang dikeluarkan ke atmosfer, kemudian diserap laut. Ini menyebabkan air jadi lebih asam, sehingga membahayakan kehidupan satwa laut, terutama kerang dan terumbu karang.
Ditambah lagi tren cuaca seperti El Nino, dan sebagian satwa laut bermigrasi ke tempat lain menjauhkan sumber mata pencaharian para nelayan.
Dua per tiga dari tangkapan tuna global berasal dari Kepulauan Pasifik. Tapi pada tahun 2016, ikan-ikan mengikuti arus lebih hangat ke sebelah timur, menjauhi pusat penangkapan tradisional di dekat Palau dan Papua Nugini. Ini juga menyebabkan tuna rentan jadi sasaran penangkapan gelap dan merugikan kepulauan itu sebanyak lebih dari 600 juta dolar (Rp7,9 triliun).
Jane Chigiyal, Duta Besar Mikronesia untuk PBB mengatakan, “Semakin banyak tuna yang berakhir di laut lepas, semakin rentan jadi sasaran penangkapan ikan gelap, tak diregulasi dan tak dilaporkan. Ini adalah ancaman besar bagi kelanjutan perikanan tuna dan ekonomi kita.”
Ancaman lain bagi lautan adalah plastik. Botol, kantong plastik, kotak plastik, bahkan partikel mikroskopik dari bahan polyester dan produk-produk lain, berbahaya karena ikan-ikan akan menelannya dan kemudian berakhir di meja makan kita.
Negara-negara yang mengandalkan pariwisata pantai, kini menyadari bahwa laut yang sehat berarti ekonomi yang sehat. Indonesia adalah penyumbang polusi laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, menurut Konservasi Laut.
Peter Thomson menambahkan, “Pemerintah Indonesia kini memberlakukan UU yang akan mencegah plastik mencemari laut, karena apabila pantai-pantai dan lautan penuh plastik, akan mempengaruhi lapangan kerja di darat dan dalam industri perhotelan.”
Wu Hongbo, Wakil Sekjen PBB urusan Ekonomi dan Sosial mengatakan, “Laut yang sehat berkontribusi secara langsung pada pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, kesehatan, air bersih, energi berkelanjutan, mata pencaharian berkelanjutan dan pekerjaan yang layak, pertumbuhan ekonomi dan regulasi iklim, dan lain-lain.”
Para penyelenggara pada Konferensi Laut PBB berharap akan menghasilkan seruan bersama untuk melakukan aksi dan berbagai komitmen nasional untuk membuat lautan kita sehat kembali.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...