Pertemuan Presiden RRT-Taiwan Digelar di Singapura Karena Netral
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pertemuan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan digelar di Singapura karena merupakan negara yang dianggap netral oleh kedua belah pihak.
“Pemimpin Singapura (Presiden Tony Tan dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong, Red) punya hubungan baik dengan Presiden Tiongkok dan Presiden Taiwan. Mereka mendapat kepercayaan baik dari Taiwan atau pun Tiongkok," kata Kepala Perdagangan dan Ekonomi Taiwan di Indonesia (Taipei Economic Trade Office), Liang Jen Chang, saat menyampaikan sikap resmi Pemerintah Taiwan terhadap pertemuan Presiden Taiwan Ma Ying Jeou dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping, di Gedung Artha Graha Lantai 17, Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta, hari Senin (9/11).
Liang menyebut Singapura dipilih karena alasan sejarah yakni pada 1993 pernah terjadi pertemuan pertama antar pejabat tinggi Taiwan dan Tiongkok
“Pertemuan kali ini merupakan kelanjutan dari pertemuan tahun 1993 lalu," kata Liang.
Liang menyebut bahwa Singapura saat ini mendukung kebijakan penuh perdamaian di Laut China Selatan, dan menyambut baik tentang kebijakan ini untuk kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Beberapa hari lalu, Pemerintah Singapura mengeluarkan pernyataan resmi bahwa mereka bangga dapat memfasilitasi pertemuan antara Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping dan Presiden Taiwan Ma Ying Jeou.
“Singapura diminta oleh kedua belah pihak untuk membantu memfasilitasi pertemuan antara pemimpin puncak dari dua sisi Selat Taiwan, ini adalah tonggak dalam sejarah hubungan lintas-selat sejak 1949. Sebagai negara yang bersahabat dan dekat dengan Tiongkok dan Taiwan, kami senang untuk memfasilitasi dan menjadi tempat untuk dialog langsung kedua negara,” kata pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Singapura pada Rabu (4/11).
Liang mengatakan dalam diskusi dengan Presiden Tiongkok, mereka membahas hubungan bilateral dari dua sisi yakni masa lalu dan masa depan.
“Tiongkok dan Taiwan akan mengkonsolidasikan perdamaian di Selat Taiwan,” kata Liang.
Liang menyebut pemerintah Taiwan secara konsisten berusaha, untuk mempertahankan status quo "tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, dan tidak ada penggunaan kekuatan militer di Selat Taiwan,” kata Liang.
Liang menjelaskan selama tujuh setengah tahun terakhir, kedua belah pihak telah menandatangani 23 perjanjian di berbagai daerah, menciptakan perdamaian yang luar biasa, dan periode paling damai dan stabil.
“Dalam hubungan lintas selat presiden menyatakan bahwa kedua belah pihak harus mengurangi permusuhan dan mencoba untuk tetap berada di jalan yang benar yang telah ditetapkan, sementara pada saat yang sama mempromosikan interaksi yang lebih luas dan lebih dalam kerjasama,” kata Liang.
Editor : Eben E. Siadari
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...