Pertumbuhan Ekonomi di Bawah 5 Persen Lonceng Peringatan Bagi Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Untuk kedua kalinya dalam satu tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan jatuh di bawah 5 persen pada kuartal pertama tahun ini. Dan para pengamat mengatakan pertumbuhan ekonomi yang lemah ini merupakan cerminan tantangan berat yang dihadapi Presiden Joko Widodo.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2015 besok. Menurut survei Bloomberg terhadap 16 ekonom, PDB kuartal pertama tahun ini akan tumbuh 4,92 persen dan akan menjadi tingkat pertumbuhan yang relatif sama rendahnya dengan kuartal ketiga tahun lalu. Ini juga merupakan pertumbuhan ekonomi kuartalan terendah sejak tahun 2009.
"Ini adalah panggilan untuk membangunkan seorang pemimpin yang sebelumnya telah menetapkan segala macam target aspiratif," kata ekonom di Bank of America Merrill Lynch di Singapura, Hak Bin Chua.
Secara keseluruhan, tahun lalu ekonomi RI tumbuh 5,01 persen. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini mungkin akan berada di bawah 5 persen.
Berikut adalah empat alasan terjadinya perlambatan ekonpmi RI:
1. Belanja konsumsi yang berkurang.
Belanja konsumen, yang telah menjadi pendorong ekspansi ekonomi di Indonesia, menunjukkan tanda-tanda pelunakan karena rupiah melemah, suku bunga tinggi dan inflasi diakibatkan kenaikan harga BBM.
Perusahaan produsen barang konsumsi seperti pembuat mi PT Indofood Sukses Makmur, produsen rokok PT Gudang Garam dan penjual otomotif PT Astra International melaporkan laba yang lebih rendah untuk kuartal pertama, yang mengarah ke aksi jual di saham Indonesia pekan lalu di tengah kekhawatiran investor tentang prospek ekonomi.
"Konsumsi swasta menjadi faktor utama untuk mendorong pertumbuhan, tetapi tidak cukup kuat seperti sebelumnya," kata ekonom Oversea-Chinese Banking Corp, Wellian Wiranto.
Penjualan mobil domestik diperkirakan turun antara 5 persen dan 10 persen tahun ini dari 1,2 juta pada tahun 2014, kata Prijono Sugiarto, Presiden Direktur PT Astra International, pada Senin (20/4) yang lalu.
2. Ekspor yang masih sulit.
Ekspor komoditas Indonesia yang jatuh karena melambatnya permintaan dari Tiongkok, pasar ekspor utama Indonesia. RI mengekspor minyak sawit, karet, minyak mentah, batubara, timah dan sumber daya lainnya ke Negeri Panda ini.
Pemerintah berusaha untuk memperluas manufaktur tetapi industri belum sepenuhnya meyambut tantangan itu. Nilai tukar rupiah yang lemah tidak membantu eksportir karena untuk mengekspor, RI juga bergantung pada bahan impor, yang harganya meningkat akibat depresiasi rupiah.
Ekspor pada Maret tercatat turun 9,75 dari tahun sebelumnya, dengan minyak dan gas menurun 25 persen, menurut angka yang dirilis oleh BPS.
3. Pemerintah belum memulai belanja.
Jokowi telah berjanji untuk menggunakan miliaran rupiah dari tabungan yang didapat dari penghapusan subsidi BBM untuk membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan pelabuhan. Ini semestinya mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. Namun, sayangnya, program ini baru saja dimulai. Dan Indonesia punya pengalaman dalam kesulitan untuk merealisasikan belanja negara karena berbagai hambatan, seperti pembebasan lahan untuk proyek-proyek infrastruktur.
"Ini sangat penting bagi pemerintah pada saat ini untuk memastikan sisi anggaran pemerintah benar-benar bekerja, dan memastikan semua proyek terobosan ini dijalankan," kata Gundy Cahyadi, ekonom DBS Group Holdings Ltd di Singapura.
"Pemerintah baru menghabiskan Rp 7 triliun pada infrastruktur dari target Rp 290 triliun," kata Menteri Keuangan Brodjonegoro pada Rabu (29/4) yang lalu.
4. Investasi Saham
Jokowi merayu investor asing untuk mendanai program infrastruktur dan ia berjanji untuk mempercepat kemudahan melakukan bisnis.
Data yang dirilis 30 April menunjukkan jumlah investasi naik 16,9 persen ke rekor baru Rp 124,6 triliun pada tiga bulan pertama 2015, dibantu oleh pelemahan rupiah.
Tapi dalam dolar, investasi asing langsung itu sebetulnya turun lebih dari 4 persen dari kuartal yang sama tahun lalu.
"Para investor cenderung menunggu bukti nyata sekarang," kata Wellian Wiranto. (Bloomberg)
Editor : Eben Ezer Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...