Perundingan Palestina - Israel: Sulit Karena Masih Ada Ganjalan, Namun Penting
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Perundingan awal perdamaian antara Palestina dan Israel digelar di Washington, Amerika Serikat setelah tiga tahun terhenti pada Senin (29/7) waktu setempat. Menurut france24.com, Presiden AS, Barrack Obama, berbicara tentang hal itu sebelum mensosialisasikannya lagi kepada masyarakat umum. Obama menyebut bahwa masih ada banyak hal yang harus dipenuhi kedua negara sebelum kata damai terucap.
Israel dan Palestina mengambil tindakan perundingan pada 29 Juli 2013 di Washington atas inisiatif Menteri Luar Negeri AS, John Kerry. Kedua pihak membuka kembali perundingan yang membeku selama hampir tiga tahun. Kedua belah pihak diberikan tenggat waktu hampir sembilan bulan, sehingga kesepakatan benar-benar dilaksanakan di lapangan.
Wawancara pertama diadakan Senin malam (29/7) untuk delegasi Israel yang dipimpin Menteri Kehakiman, Tzipi Livni, dan Yitzhak Molcho, orang kepercayaan Netanyahu. Sementara itu, dari Palestina ada Saeb Erekat yang hadir dalam kapasitasnya sebagai kepala negosiator, dan Mohammed Ishtyeh, penasihat Mahmoud Abbas. Sedangkan kepala diplomat AS, John Kerry, bertemu secara terpisah dengan masing-masing delegasi sebelum mengajak makan malam bersama.
Setelah hampir enam kali mengadakan perundingan di Timur Tengah, Kerry mendesak kedua belah pihak untuk membentuk sebuah "kompromi yang masuk akal.” Washington tidak menyembunyikan kesulitan tugas, dan AS sama sekali tidak membela salah satunya.
Para pejabat AS juga telah meningkatkan peringatan sampai beberapa jam dari kontak pertama antara kedua delegasi, dan berusaha untuk menjaga terhadap euforia. "Ini adalah langkah maju yang menjanjikan, meskipun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan dengan pilihan yang sulit," kata sebuah pernyataan dari Presiden Barack Obama.
John Kerry mengatakan bahwa ini merupakan proses yang sulit, dan saat ini bukan waktunya lagi memandang ini sebagai hal yang mudah. "Bukan rahasia lagi bahwa ini adalah proses yang sulit. Kalau mudah, inisiatif ini akan dilakukan sejak lama," kata John Kerry, diapit oleh utusan barunya untuk wilayah tersebut, mantan Duta Besar AS untuk Israel, Martin Indyk.
Negosiasi terakhir telah patah dengan cepat, karena pemukiman Israel terus dibangun di Yerusalem Timur dan Tepi Barat, serta isu Yerusalem Timur, di mana Palestina menginginkannya untuk membuat modal masa depan mereka.
Menurut lesoir.be Menteri Kehakiman Israel, Tzipi Livni, memberi komentar mengenai proses perundingan ini. “Pertemuan ini penting, tetapi sayang sekali saya sulit menyelaminya, dan ini sangat problematik,” kata Tzipi kepada sejumlah awak media, setelah bertemu Sekjen PBB di New York, sebelum bertolak ke Washington.
Dalam kesempatan terpisah, Mutstafa Barghouti, seorang anggota Dewan legislatif Palestina mengatakan bahwa proses perdamaian itu bermasalah. "Kesepakatan yang diumumkan itu rapuh. Jelas Israel tidak menerima perbatasan 1967 sebagai prasyarat untuk negosiasi ini. Israel juga akan terus membangun pemukiman, sementara perundingan berlangsung. Ini benar-benar akan merongrong potensi suksesnya perundingan,” kata Barghouti.
Editor : Sabar Subekti
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...