Pesan dari Maulid dan Natal
SATUHARAPAN.COM – Hari Natal tahun ini pantas disambut secara khusus dan istimewa, karena sehari sebelumnya (24/12) umat Muslim memperingati Maulud Nabi. Umat Kristen merayakan kedatangan / kelahiran Sang Mesias, Yesus Kristus, dan Umat Muslim memperingati kelahiran Nabi Muhammad.
Namun ada situasi yang terasa sebagai kontras ketika pihak kepolisian menyebutkan akan mengerahkan sekitar 150.000 personel untuk menjaga keamanan Maulid, Natal dan tahun baru. Pengerahan kekuatan pengamanan seperti itu mengesankan Perayaan Natal dan Maulid sebagai situasi yang mengandung potensi ancaman keamanan. Padahal kalau kita simak pesan perayaan keagamaan ini, semestinya situasinya jauh lebih sejuk dan tenang.
Keluarga Umat Manusia
Pesan Natal yang disampaikan oleh Dewan Gereja Dunia (DGD), antara lain mengajak bercermin pada apa yang dialami Maria, Yususf dan Yesus sebagai pengungsi. Ini merujuk pada situasi sekarang ini di mana banyak sekali orang dipaksa mengungsi, karena menghindari kekerasan, pembunuhan dan kemiskinan.
Kita ditantang untuk mengambil sikap dan bagian sebagai keluarga besar umat manusia dengan berbagi bersama mereka yang menderita, seperti dengan pengungsi yang jumlahnya melampau pengungsi pada Perang Dunia II, dan orang kelaparan yang oleh PBB disebutkan sekitar 800 juta di seluruh dunia.
Dalam konteks Indonesia, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak agar Natal ini dirakayan dengan syukur bersama sebagai keluarga Allah dan mencerminkan kelahiran Yesus dalam kesederhanaan dan dalam kondisi terpinggirkan pada zaman itu.
PGI dan KWI berpesan bahwa ‘’Kita bertanggung jawab mewujudkan keluarga Allah yang damai, rukun, adil dan saling menerima dalam keberagaman. Kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa setiap makhluk ciptaan Allah memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati, hak hidup yang harus dilindungi, dan hak-hak orang perorangan serta bersama yang harus dipenuhi dan diwujudkan.’’
Perayaan Natal sudah semestinya menjadi perayaan rohaniah, bukan terutama sebagai pesta pora. Wujudnya adalah pesta solidaritas, terutama bersama mereka yang terpinggirkan, yang menjadi pengungsi, menderita karena diskriminasi, dan dalam kemiskinan.
Perayaan rohaniah seperti ini semestinya tidak menimbulkan ancaman keamanan dan kekerasan. Bahkan juga tidak pantas perayaan seperti ini mengundang kebencian pihak manapun untuk melakukan kekerasan dan menganggu keamanan.
Menjadi Rahmat
Hal yang serupa juga tampaknya menjadi fokus bagi umat Muslim yang merayakan Maulid Nabi. Kepala Departemen Agama Turki (Dinayet), Mehmet Gormez, seperti dikutip Hurriyet Daily News, agar Maulid tahun ini membawa rahmat, kedamaian, kelimpahan dan kesehatan untuk negara, dan bangsa seluruh dunia.
Pesan itu justru memperoleh konteksnya karena harus diakui bahwa peringatan Maulid tahun ini dalam situasi timbulnya ‘’Islamofobia’’ akibat serangan teroris kelompok-kelompok yang terkait negara Islam Irak dan Suriah (NIIS).
Gormez mengatakan, "... saya menyesal harus mengatakan bahwa masalah terbesar umat Islam saat ini adalah bahwa mereka kehilangan status sebagai teladan dan tidak dapat merepresentasikan pesan Nabi kita dengan kasih karunia dan belas kasih."
Pesan kepala Dinayet ini teruju agar umat Muslim dalam peringatan Maulid Nabi ini berefleksi untuk meneladani pesan kenabian Mohammad. Hal ini senada dengan pesan Natal PGI, KWI dan DGD, agar umat Kristen juga hidup dengan meneladani Yesus yang peduli pada manusia yang berdosa, dan mereka yang terpinggirkan.
Penyembuhan dari Kebencian
Dalam konteks ini, semestinya kita optimistis bahwa perayaan maulid dan Natal pada hari yang berurutan itu bisa menjadi pesta rohani untuk membangun perdamaian dan berbagi rahmat bagi sesama dan seluruh ciptaan. Dan perayaan ini tidak sepantasnya dikotori oleh gangguan keamanan dan kekerasan.
Dalam dua dekade awal abad ke-21 ini, kita memang menyaksikan praktik yang masif adanya diskriminasi, ketidak-adilan, dan penyebaran kebencian di antara umat manusia. Namun hal itu justru menunjukkan urgensi perayaan rohani ini bagi umat Kristen dan Muslim.
Dalam situasi seperti ini, kekhawatiran saja tidak akan memberi manfaat. Sebaliknya umat Muslim dan Kristen (gabungan keduanya menjadi mayoritas umat manusia dunia) perlu menggunakan perayaan ini sebagai peneguhan tekad untuk berbagi rahmat sebagai keluarga umat manusia.
Kebencian, diskriminasi dan ketidak-adilan sepantasnya disembuhkan melalui pesta rohani ini untuk membangun solidaritas dengan berbagi kasih, rahmat, dan kedamaian.
Selamat merayakan Maulid Nabi untuk umat Muslim dan selamat merakayan Natal untuk umat Kristen.
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...