PGI: Pengentasan Kemiskinan Tanggung Jawab Bersama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Persekutuan Gereja-Gereja Seluruh Indonesia (PGI) memandang bahwa pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi merupakan tugas bersama yang harus dikerjakan bersama-sama gereja, jemaat dan pemerintah.
Hal ini dikemukakan Vesto Proklamanto Magany, Sekretaris Umum Pelayanan Komunikasi Masyarakat Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Sekum Yakoma PGI) kepada satuharapan.com, Jumat (17/10) di Kantor Sementara PGI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
“Kalau tidak salah kan kita lihat dari angka yang diangkat pemerintah itu 28 sampai 30 juta rakyat Indonesia masih miskin, itu secara makro, tetapi secara internal (ekonomi mikro) gereja melihatnya bahwa jemaat-jemaat yang tergolong dalam keluarga miskin tidak hanya dilihat saja tetapi diberdayakan potensi ekonominya,” kata Vesto.
PGI berulang kali membahas tentang kemiskinan mulai dari Sidang MPL (Majelis Pekerja Lengkap) pada 2011 di Tobelo, Pulau Halmahera, kemudian di sidang yang sama tahun berikutnya di Melanguane, Talaud pada 2012, MPL PGI 2013 di Kupang, hingga di Merauke pada Januari 2014 lalu.
Tema Pemberdayaan Ekonomi Jemaat dan Pengentasan Kemiskinan hanya salah satu dari tema yang diusung dalam pokok-pokok diskusi di Aro Gosali (diskusi) dalam Sidang Raya (SR) PGI XVI yang akan diselenggarakan mulai dari Selasa (11/11) hingga Senin (17/11) di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara. Selain itu masih ada tema Bencana Ekologis, Kepemimpinan Gerejawi, Gereja Pasca-Pemilu Legislatif-Presiden, Pendidikan, dan Radikalisme.
Gereja menganggap pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan penting karena sebagai salah satu misi keesaan gereja untuk mengingatkan kepada pemerintah bahwa kemiskinan masih ada dan harus dientaskan sesegera mungkin.
“Keberpihakan gereja kepada kemiskinan dibuktikan dengan tempat penyelenggaraan persidangan-persidangan ini, jadi memilih Nias (penyelenggaraan SR PGI XVI) bukannya tanpa alasan yang tidak jelas tetapi karena kita ingin menunjukkan concern bahwa kemiskinan masih ada di Indonesia,” Vesto menambahkan.
Andai membicarakan kemiskinan di Indonesia, tetapi di sekeliling tempat penyelenggaraan persidangan tersebut berada di tempat yang sudah maju maka tidak ada gunanya.
Alasan lain penyelenggaraan berbagai sidang di tempat-tempat yang terpencil, seperti SR PGI XVI yakni para peserta diajak melihat bahwa kemiskinan tidak selalu yang tergambar di media, tetapi ada di sekeliling para peserta.
Semenjak SR di Pematang Siantar (1972) PGI sudah menjalankan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi jemaat.
“Dulu PGI memiliki program yang namanya Parpem (Partisipasi masyarakat) di dalamnya ada motivator yang masuk ke desa-desa untuk ditempatkan di kantong-kantong kemiskinan,” kata Vesto.
Pada SR 1972, PGI memberi penegasan bahwa “Injil adalah ‘Kabar Baik’ yang diperuntukkan bagi setiap orang. Injil yang konkret memasuki berbagai persoalan konkret manusia seperti ekonomi.
Gereja diajak dan didorong untuk melibatkan diri dalam pembangunan nasional, sebab di sanalah Kabar Baik didengar dan dirasakan, asal saja berbagai upaya itu dilakukan dengan memperhatikan keadilan, martabat manusia, dan kesejahteraan.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...