Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 12:45 WIB | Rabu, 11 November 2015

Philip Yancey Mendoakan Kesatuan Gereja Indonesia

Philip Yancey memberi ilustrasi kegemarannya mendaki gunung-gunung di Colorado saat menjelaskan tentang iman dalam seminar di GBI Glow Fellowship Center, Selasa (10/11). (Foto: Bayu Probo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jurnalis dari Christianity Today, Dr Philip Yancey, mendoakan supaya gereja-gereja di Indonesia bersatu. Doa ini ia ucapkan saat mengisi seminar di Jakarta, Selasa (10/11).

Sebelumnya ia menceritakan sebuah kelakar dari Mark Twain—nama pena Samuel Langhorne Clemens, penulis The Adventures of Tom Sawyer (1876) dan Adventures of Huckleberry Finn (1885), yang disebut sebagai novel terbaik Amerika—tentang aliran agama. Penulis Disappointment with God itu berkata, “Mark Twain pernah bercerita tentang percobaannya mendamaikan binatang. Ia memasukkan anjing dan kucing ke dalam satu kerangkeng. Dalam satu jam mereka yang awalnya bermusuhan, berubah menjadi damai. Kemudian ia mencobakan untuk burung, kambing, dan babi. Hasilnya sama, mereka bisa berdamai. Mark Twain kemudian memasukkan orang dari Gereja Baptis, Presbiterian, dan Katolik. Dan tidak ada yang tersisa hidup.”

Di hadapan hadirin yang sebagian besar adalah mahasiswa STT Jaffray, editor Alkitab New International Version edisi Student Bible itu berbicara tentang melawan roh-roh jahat (Mrk. 9). Dia menegaskannya dengan mengutip Efesus 6:12, “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan kuasa-kuasa dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.”

Kemudian ia menjelaskan ada tiga roh atau semangat yang harus dilawan oleh para pengikut Kristus. Kurangnya iman, kompetisi, dan perpecahan. Yancey menjelaskan berdasarkan dalam Markus 9:14-29 tentang seorang anak yang dirasuk oleh roh jahat. Murid-muridnya tidak dapat mengusirnya lalu membawanya kepada Yesus. Yesus mengeluhkan kondisi itu, “Hai kamu orang-orang yang tidak percaya, sampai kapan Aku harus tinggal di antara kamu? Sampai kapan Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!” (ay. 19) Dan, waktu bertanya kepada bapak si anak dan mendengar jawaban sang ayah yang ragu-ragu, Yesus menjawab, “Katamu: Jika Engkau dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya!" (ay. 23) Segera ayah anak itu berteriak, "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!"

Yancey memandang bahwa pergulatan iman ayah anak yang kerasukan roh jahat itu juga dialami sebagian besar orang Kristen. “Tidak banyak orang yang mempunyai iman seperti perwira Romawi (Mat. 8:5-13), Perempuan Siro-Fenesia (Mrk. 7:24-30) yang bahkan mereka bukanlah Yahudi yang dianggap sebagai umat Tuhan,” kata  penulis The Bible Jesus Read ini. Lalu apa kuncinya? Memiliki iman kanak-kanak.

Yancey menyebut anak-anak mudah percaya sehingga kita sebagai orangtua pun harus mengingatkan mereka supaya berhati-hati dengan orang yang tidak dikenal. Anak-anak juga bergantung hidupnya pada orang dewasa. “Dan, anak-anak mewujudkan rasa terima kasih mereka kepada orangtua tidak hanya dengan perkataan, juga mereka meminta lebih,” kata Yancey. Iman seperti itulah yang dipuji oleh Yesus.

Semangat yang dikritik Yancey adalah semangat kompetisi. Dalam Markus 9:33-37 dikisahkan tentang  murid-murid Yesus yang berdebat tentang siapa yang terbesar di Kerajaan Allah. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, "Jika seseorang ingin menjadi yang pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Lalu Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka, "Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Siapa saja yang menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."

Itu juga dialami oleh banyak orang Kristen. Berkompetisi dalam prestasi dan karya baik, kata Yancey, tetapi sangat merusak jika berkompetisi untuk menunjukkan standar kesalehan kita lebih dari yang lain. Menetapkan standar ketaatan mengikuti berbagai aturan keagamaan sembari memandang rendah orang lain yang tidak mengikuti standar kita itu berbahaya. Sebab, standar yang benar adalah standar Allah sendiri. Jika kita memandang standar Allah, kita akan sadar bahwa standar kita sangat rendah. Ketimbang berkompetisi, Yancey mendorong para pengikut Kristus untuk bekerja sama.

Pada bagian ketiga, Yancey menyebut perpecahan adalah roh yang harus dilawan. Sebab seperti doa Yesus bagi gereja, tercatat di Yohanes 17, yang ingin gereja Tuhan satu. “Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu,” doa Yesus kepada Bapa (Yoh. 17:22).

Yancey mengatakan bahwa di negara-negara yang orang Kristennya tidak mayoritas, memang cenderung lebih menyatu karena ada tekanan besar di luar gereja. Misalnya di Indonesia ini. Walau begitu, Yancey mengingatkan tentang potensi perpecahan itu ada. “Saya belum lagi 24 jam hadir di Indonesia, tetapi sudah banyak pertanyaan tentang berbagai teologi yang bertentangan di Indonesia ini. Yang bahkan memaksa saya untuk menentukan sikap konsep teologi mana yang saya pilih.” Untuk itu penulis buku Prayer—diterbitkan BPK Gunung Mulia dengan judul Doa—mendoakan kesatuan gereja-gereja di Indonesia. Seperti doa Yesus di Taman Getsemani malam sebelum disalibkan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home