Pilkada Satu Putaran, Buat Partai Politik “Pusing”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Angraini mengatakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) satu putaran merupakan langkah yang positif. Sebab, partisipasi masyarakat dalam Pilkada tidak terlalu tinggi.
"Itu sesuatu yang positif, karena pengalaman kita ternyata tidak ada kaitan perolehan calon dan legitimasi. Dalam Pilkada tingkat partisipasi tidak terlalu tinggi," kata Titi kepada satuharapan.com, di Jakarta, Selasa (17/2).
Namun, dia menilai pelaksanaan pilkada satu putaran akan memaksa partai politik untuk melakukan koalisi sejak putaran awal demi berhitung cara memenangkan calon yang akan mereka usung. Sebab, bila sampai salah pilih koalisi, maka akibatnya akan menjadi fatal.
Titi menjelaskan jika Pilkada dilakukan dengan dua putaran maka, tidak sesuai filosofi Pilkada serentak nasional. Pasalnya, pelaksanaan satu putaran juga berkaitan dengan pelantikan secara serentak.
"Ketentuan ambang batas keterpilihan berapa persen suara membuka kesempatan pilkada putaran kedua. Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan tujuan pilkada serentak nasional, karena masih ada pilkada (Putaran kedua-red) setelah pilkada serentak nasional (putaran pertama)," ujar dia.
Titi berpandangan, jika jadwal pelantikan kepala daerah berbeda-beda, maka pilkada berikutnya tidak dapat dilakukan secara serentak nasional lagi. Hal ini, sama saja akan menimbulkan ketidakpastian politik dan pemerintahan di sebagian besar daerah, karena kepala daerah terpilih pada putaran pertama harus menunggu lama untuk dilantik.
Sesuai Putusan MK
Mengenai formula pasangan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, Titi melanjutkan, hal tersebut telah diterima rakyat sejak lama. Contohnya, Pemilihan Presiden 2014 yang diikuti oleh dua pasangan calon menyebabkan berlakunya formula pasangan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
"Formula ini, sudah dikukuhkan lewat Putusan Mahkamah Konstitusi (jika hanya ada dua pasangan calon) tersebut sudah diterima rakyat. Apalagi sejak Pemilu 2009, pemilu legislatif juga menggunakan formula calon terpilih berdasarkan suara terbanyak," kata dia.
Tak hannya itu, pelaksanaan satu putaran tidk membebani Makamah Konstitsi (MK) dalam menangani sengketa hasil Pilkada. Sebab, hal tersebut akan menggngu kinerja dari MK perkara yang harus diselesaikn MK.
"Dua putaran, membebani MK. Pilkada dua putaran jelas menambah banyak dan panjang pekerjaan MK dalam menyelesaikan sengketa hasil pilkada. Padahal lembaga ini sudah banyak dibebani perkara lain yang tidak kalah pentingnya," ujat Titi.
Hal ini, dia menambahkan, didasari dengan penyelesaian sengeketa hasil Pilkada telah dikembalikan ke MK. Meski, dalam putusannya MK telah menyatakan, MK dapat menangani sengketa Pilkada hingga badan khusus penyelenggara Pilkada terbentuk.
"MK sangat baik menangani sengketa, dari kesiapan MK lah yang paling siap menyelesaikan sengeketa. Dalm putusan MK itu menyiratkan, putusan MK No 97/2013 MK dapat menyelesaikan sengketa Pilkada sampai lembaga peradilan Pilkada khusus terbentuk," kata dia.
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...