Plt Gubernur DKI Tidak Tahu Kerjanya TGUPP
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengaku dirinya tidak tahu pekerjaan apa yang dikerjakan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
“Saya juga enggak tahu kerjanya ngapain, dievaluasi pun untuk apa, untuk dipindahkan ke mana begitu? TGUPP tidak bisa ditambah lagi orangnya, tapi jatahnya masih tinggal dua lagi,” ujar Basuki saat ditemui wartawan di kawasan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7).
Seperti diketahui, TGUPP (atau TGUP2) dilantik Gubernur DKI Jakarta (sekarang nonaktif) Joko Widodo (Jokowi) pada 12 Februari lalu. Tim tersebut terdiri dari:
- DR. Taufik Yudi Mulyanto, M.Pd, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pendidikan.
- Ir. Udar Pristono, MT, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Perhubungan.
- Drs. Kian Kelana, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Sosial.
- Ir. Sugiyanta, M.Si, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan.
- Ir. Ipih Ruyani M.Si, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan.
- Drs. Zainal Musappa, AK, MM, sebelumnya menjabat Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).
- Drs. H. Unu Nurdin, M.Si, sebelumnya menjabat Kepala Dinas Kebersihan.
Alasan Serapan APBD Rendah
Basuki pesimis tahun ini penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI bisa sampai 97 persen sesuai targetnya. Pasalnya, belum semua Satuan/Unit Kerja Perangkat Daerah (SKPD/UKPD) atau dinas-dinas lainnya yang terbiasa membuat satuan harga.
“Penyerapan APBD belum tentu normal, karena harga satuan semuanya belum bisa beres. Tapi tahun depan akan lebih baik, apabila semua sudah terbiasa membuat satuan harga,” jelasnya.
Perlu diketahui sejak adanya e-katalog di Unit Layanan Pengadaan (ULP), semua harga yang ditetapkan harus menggunakan satuan, misalnya di Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang biasanya memasukkan harga secara borongan, yang sebelumnya dilakukan lelang tender terlebih dahulu.
Namun kini setiap semen, beton, atau hotmix yang digunakan harus dimasukkan satuannya, karena jika tidak, sistem e-katalog akan menolak program kerja SKPD tersebut. Sistem sebelumnya (lelang tender, Red) dianggap sebagai lahan korupsi dan banyaknya mark up (penggelembungan) harga, yang berimbas pada penyerapan anggaran besar tetapi hasil pembangunannya tidak maksimal.
“Jadi permainan PL (penunjukan langsung dalam hal mematok harga) terlalu tinggi, bisa ratusan PL yang di bawah 200 juta. Mereka pikir sepotong-sepotong tidak ada apa-apa dimasukkan, dapat duit terus,” bebernya.
SKPD yang tidak bisa membuat satuan, disebutkan Basuki antara lain Dinas PU, Dinas Perumahan dan Gedung, Dinas Pertamanan, Dinas Kelautan dan Pertanian, dan beberapa SKPD lainnya yang tidak disebutkannya lebih rinci.
Kinerja SKPD/UKPD inilah yang membuat penyerapan APBD rendah, baru mencapai sekitar 20 persen. Akan tetapi Basuki sebelumnya pernah mengklaim bahwa tidak apa-apa serapan rendah, asalkan uangnya di-mark up.
Untuk penyerapan APBD sampai target 97 persen, selanjutnya Basuki akan menyerahkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah supaya menekan SKPD/UKPD bersegera memasukkan anggarannya ke ULP.
“Nanti urusan Pak Saefullah, karena kuncinya kan di ULP, seperti APBD Perubahan, kode-kode rekening juga sudah kita perbaiki, mana yang bisa e-katalog, mana yang belum bisa, jadi dipisah-pisah tidak digabung lagi menggunakan tender,” urai Basuki.
Rotasi Pejabat
Sejak masih berkerja bersama Jokowi, Basuki mengatakan sudah terbiasa dengan tradisi ketika seseorang diambil dari satu pos, gubernur akan menanyakan terlebih dahulu kepada orang yang diambil itu, sekiranya siapa orang yang direkomendasikan untuk menggantikan dia.
Dalam hal ini adalah terkait pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah yang sebelumnya menjabat Wali Kota Jakarta Pusat. Telah ada daftar nama yang dipersiapkan untuk menggantikan Saefullah di pos Wali Kota Jakpus.
Namun Basuki berharap pergantiannya bisa berbarengan dengan pergantian pejabat Eselon II yang hendak ia rotasi, antara lain Kepala Dinas PU beserta wakilnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Kepala Dinas Perumahan dan Gedung (masih diberikan kesempatan), Wali Kota Jakarta Timur, dan Wali Kota Jakarta Utara (akan naik jabatan).
“Pergantian Dinas PU, termasuk Kepala BPKD tergantung Sekda. Kalau ganti orang memang harus izin Mendagri (Menteri Dalam Negeri), tapi kalau mengisi kekosongan (pos wali kota jakpus) tidak perlu Mendagri. Kalau bisa, saya ingin bareng (pengesahan dan pelantikannya) dengan SKPD yang lain, biar lebih efisien waktunya,” kata Basuki.
Mungkinkah TGUPP dibentuk untuk menyingkirkan pegawai yang tidak berkompeten? Seperti diketahui, orang-orang yang ada di TGUPP, jangankan prestasi, untuk melaksanakan tugasnya saja lambat, bahkan ada yang tidak mampu. Jika ada undang-undang yang mengatur PNS tidak bisa dipecat oleh pemimpinnya, perlukah TGUPP ditambah kapasitasnya?
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...