PM Jepang Kunjungi Kuil Perang Suci Yasukuni
TOKYO, SATUHARAPAN.COM - Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, mengadakan doa dan penghormatan di kuil perang suci, Yasukuni di Tokyo pada hari Kamis (26/12). Langkah ini selama ini dikecam oleh China, Korea Selatan dan sejumlah negara Asia Tenggara, dan disebut sebagai "benar-benar tidak dapat diterima.”.
Kunjungan Abe ini menjelaskan sikapnya untuk mengacaukan hubungan yang sudah bermasalah di Asia Timur, meskipun mengatakan hal itu tidak ditujukan untuk menyakiti perasaan rakyat di China atau Korea Selatan.
Kuil Yasukuni diyakini sebagai bersemayamnyasekitar 2,5 juta jiwa dari korban perang, terutama pada Perang Dunia II. Sebagian besar dari mereka adalah tentara Jepang, tetapi juga termasuk beberapa pejabat tinggi yang dieksekusi karena kejahatan perang setelah Perang Dunia II. Mereka diabadikan dalam kuil itu pada tahun 1970-an.
Korea Selatan dan China melihat kuil itu sebagai simbol sikap Tokyo yang tidak menyesali atas kejahatan perang serta pandangan sesat masa lalu dalam perang yang brutal dan gila.
Kunjungan untuk Berjanji
"Saya memilih hari ini untuk melaporkan (untuk diabadikan bagi roh) apa yang telah kita lakukan di tahun-tahun sejak pemerintahan berjanji dan menentukan bahwa tidak akan pernah lagi orang menderita akibat perang," kata Abe kepada wartawan. Dia datang dengan mengenakan mantel hitam.
Seorang kepala pendeta Shinto memandu Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe. “Saya sadar bahwa karena kesalahpahaman, beberapa orang mengkritik kunjungan ke kuil Yasukuni sebagai tindakan menyembah penjahat perang. Tapi saya membuat kunjungan saya ke sini berjanji untuk menciptakan sebuah era di mana orang tidak akan pernah menderita bencana dalam perang," kata Abe.
"Saya tidak punya niat sama sekali untuk menyakiti perasaan orang-orang China atau Korea Selatan," kata dia. "Seperti banyak perdana menteri yang telah mengunjungi Yasukuni setelah perang, saya ingin melanjutkan hubungan persahabatan dengan China dan Korea Selatan, yang penting dan menguntungkan kepentingan nasional," kata dia.
Kunjungan tersebut tepat 12 bulan setelah dia mengambil alih kekuasaan, periode di mana dia telah bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping, dan Presiden Korea Selatan, Park Geun-Hye.
Sengketa Wilayah
Hubungan dengan Beijing buruk sebelum Abe menjabat, di mana kedua negara melintasi “pedang diplomatik” atas kepemilikan serangkaian pulau tak berpenghuni di Laut China Timur. Pulau itu di bawah kontrol Jepang, namun diklaim juga oleh China.
Sengketa itu berkembang lebih lanjut di mana tahun ini melibatkan pesawat militer dan kapal. Hal itu membuat beberapa pengamat memperingatkan akan bahaya konflik bersenjata antara kedua negara dengan ekonomi terbesar kedua dan ketiga di dunia.
Menteri Luar Negeri Jepang, Fumio Kishida, kepada wartawan mengatakan pemerintah berharap kunjungan Abe tidak akan mempengaruhi hubungan lebih lanjut.
"Saya mengerti bahwa kunjungan politisi atau kunjungan menteri ke kuil adalah masalah keyakinan pribadinya," kata dia. "Terlepas dari itu, saya percaya kita harus menghindari membiarkan affair dengan mengembangkan hal itu menjadi isu politik atau diplomatik."
Perdana Menteri Jepang sebelumnya, Junichiro Koizumi mengunjungi kuil itu pada 15 Agustus 2006, yang merupakan ulang tahun kekalahan Jepang pada tahun 1945.
Ziarah berulangnya memperburuk hubungan dengan China, meskipun hubungan ekonomi dan perdagangan tetap penting dan mengikat kedua negara. Beberapa anggota kabinet Abe juga telah berkunjung ke kuil selama setahun terakhir. Mereka mengklaim melakukannya dalam kapasitas pribadi.
Simbol Militerisme
Namun, China dan Korea Selatan, dua negara yang menjadi korban agresi Jepang pada abad ke-20, menilai tidak ada perbedaan seperti itu.
Abe sendiri tidak mengunjungi kuil itu selama masa jabatan pertamanya sebagai perdana menteri dari 2006 hingga 2007. Dan kemudian dia mengatakan merasa "sangat menyesal" akan hal itu.
Takehiko Yamamoto, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Waseda di Tokyo, mengatakan bahwa kunjungan itu adalah "tindakan bodoh" yang tentu membuat situasi buruk makin buruk.
"Sangat mungkin kunjungannya akan menjadi “bahan bakar” kekhawatiran di Washington atas meningkatnya kemungkinan militerisme dan pergeseran di Jepang," kata dia.
Selama kunjungan ke Amerika Serikat pada bulan Mei, Abe mengatakan kepada majalah Foreign Affairs bahwa kuil itu, dilihat di seluruh Asia Timur sebagai simbol militerisme Jepang, adalah penghargaan untuk orang-orang "yang kehilangan nyawa mereka dalam pelayanan kepada negara mereka" dan membandingkannya dengan pemakaman nasional AS di Arlington.
"Saya pikir itu cukup wajar bagi seorang pemimpin Jepang untuk menawarkan doa bagi mereka yang mengorbankan hidup mereka untuk negara mereka, dan saya pikir ini tidak berbeda dari apa yang para pemimpin dunia lain lakukan," kata Abe ketika itu.
Tidak seperti Arlington, pengelola kuil Yasukuni yang mempromosikan pandangan sejarah yang kontroversial bahkan di dalam negeri, dengan museum Yushukan yang kukuh mempertahankan banyak catatan perang Jepang. (AFP)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...