PM Jepang Minta Maaf pada Korea, PBB Sambut Baik
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Ban Ki-moon menyambut kesepakatan antara pemerintah Jepang dan Korea Selatan mengenai perbudakan seks wanita Korea pada masa pendudukan Jepang di Perang Dunia II.
“Sekretaris Jenderal berharap bahwa kesepakatan ini akan memberikan kontribusi untuk meningkatkan hubungan bilateral antara kedua negara," kata Ban Ki-moon di markas PBB di New York, hari Senin (28/12) seperti diberitakan Xinhua.
"Sekretaris Jenderal menekankan pentingnya negara-negara di Asia Timur Laut untuk membangun hubungan berorientasi masa depan, berdasarkan pengakuan dari sejarah," Ban Ki-moon menambahkakn.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-se dan Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida bertemu hari Senin (28/12) di Seoul, Korea Selatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan perbudakan perempuan pada masa Perang Dunia II.
Kedua negara mencapai kesepakatan mengenai masalah ini, karena Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memberikan pernyataan maaf resmi untuk kekejaman, sebagaimana diungkapkan Fumio Kishida dalam pertemuan bilateral tersebut.
“Pemerintah Jepang mengungkapkan maaf dan penyesalan dari hati untuk semua orang yang menderita sulit menyembuhkan luka dan banyak rasa sakit secara fisik dan psikologis,” menurut Shinzo Abe dan dikemukakan kembali oleh Fumio Kishida.
Catatan Xinhua menyebut perjanjian tersebut sebagai salah satu kemajuan dalam hubungan internasional dan sejarah antara pemerintah Korsel-Jepang selama beberapa dekade. Karena untuk kali pertama pemerintah Jepang secara resmi menyatakan bertanggung jawab atas kejahatan perang.
Shinzo Abe menyebut, dalam pertemuan tersebut, pemerintah Jepang setuju menawarkan uang dari kas pemerintah untuk membantu Korea Selatan mendirikan yayasan yang mendukung kesejahteraan mantan perempuan penghibur.
Beberapa waktu lalu Abe dan Presiden Korea Selatan Park Geun Hye mengadakan pertemuan dan kesepakatan dalam upaya menyelesaikan masalah perempuan penghibur melalui dialog.
“Presiden Park mencatat isu ‘perempuan penghibur’ menjadi kendala terbesar terhadap upaya untuk meningkatkan hubungan bilateral. Dia menekankan bahwa masalah ini harus cepat diselesaikan dengan cara yang orang-orang kami bisa menerima,” kata penasihat senior Park untuk urusan luar negeri dan keamanan Nasional, Kim Kyou Hyun, hari Senin (2/11).
Perjanjian tersebut dianggap sebagai langkah maju tetapi tidak terobosan. Hubungan antara kedua negara sempat mengalami kemunduran sejak akhir 2012 karena isu perempuan penghibur, namun Shinzo Abe, yang bersikap nasionalis yang lebih keras dari banyak pendahulunya dapat mengakhiri ketegangan yang selama ini tidak terjadi hanya antara Korsel dan Jepang, namun juga dengan Tiongkok. (xinhuanet.com).
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...