PM Thailand Ancam Terus Berkuasa
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM - Pemimpin militer penguasa Thailand, Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha mengancam terus berkuasa hingga waktu tidak terbatas jika kelompok oposisi melawan rencananya untuk negara tersebut.
Prayut, yang diangkat menjadi perdana menteri pada beberapa bulan setelah mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada Mei tahun lalu, terpancing emosinya saat bertemu dengan sejumlah wartawan sebelum berangkat ke Brunei. Dia menggunakan intonasi keras dan terlihat beberapa kali menggelengkan kepala.
"Jika keadaan tidak berubah, saya akan terus memegang kekuasaan untuk waktu lama," kata dia setelah mengecam mereka, yang mengritik kelambatan upaya demokrasi di Thailand, Rabu (25/3).
"Kenapa semua orang meributkan pemilihan umum. Apakah jika pemilihan umum tidak digelar maka semua orang akan mati?" kata Prayut.
Dua hari sebelum mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Yingluck Sinawatra yang terpilih secara demokratis, mantan kepala militer itu menyatakan kondisi darurat negara untuk memulihkan keamanan yang rusak karena demonstrasi selama berbulan-bulan.
Dia berjanji akan mengembalikan kekuasaan kepada warga sipil yang terpilih nantinya dalam pemilu. Namun dia baru akan menggelar pemilu setelah undang-undang dasar baru untuk memberantas korupsi dan mengurangi kekuasaan partai telah selesai dibentuk.
Sejumlah organisasai sipil mengatakan bahwa kebebasan sangat terbatas di bawah kekuasaan militer. Mereka menyebut larangan berkumpul dan pembatasan pers sebagai contoh.
Prayut sendiri mengaku tidak punya waktu untuk menanggapi kritik tersebut. Dia seringkali marah saat wartawan menanyai hal tersebut dalam sesi konferensi pers.
"Saya ingin mengatakan kepada Anda bahwa saya semakin marah. Saya adalah pejuang. Jadi jangan katakan apa pun yang membuat saya putus asa," kata dia pada Rabu.
Pada awal bulan ini, Asosiasi Jurnalis Thailand, mengritik Prayut karena mengatakan bahwa dia ingin "memukul wajah" wartawan saat ditanya mengenai prestasi pemerintahannya.
Pada pekan ini, dia juga menjadi sasaran ejekan di dunia maya (dan bahkan di beberapa media besar) karena mengatakan bahwa Thailand di bawah keadaan darurat masih "99,99 persen" negara demokrasi.
Pada Oktober, Prayut meminta maaf karena mengatakan bahwa wisawatan berpakaian seksi akan rentan menjadi target serangan penjahat. Pernyataan itu disampaikan setelah insiden pembunuhan terhadap pasangan muda asal Inggris di sebuah pulau wisata.
Janji Gelar Pemilu
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...