Politisasi Isu SARA dalam Pemilu 2014
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di dalam pemilihan umum (pemilu), isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) sering kali menjadi ajang politisasi partai dan para calon legislatif (caleg). Agama, terutama, rentan sekali dimanfaatkan calon atau peserta pemilu untuk mencapai tujuan dan kepentingan politiknya.
Bertolak dari kenyataan seperti itu, Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu Berkualitas mengajak Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi perhatian khusus terhadap isu itu, dan berharap tidak akan terjadi lagi isu SARA seperti pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) sebelumnya.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw mengemukakan, belum pernah ada organisasi masyarakat yang selama ini secara bersungguh-sungguh mengamati dan memberi perhatian bahwa isu agama dan isu SARA umumnya menjadi alat politisisasi partai. Dengan demikian, pemilu sebagai mekanisme demokrasi, pada sisi lain menjadi ajang untuk semakin memperkuat intoleransi, seolah-olah dilegitimasi partai politik.
"Dalam kegiatan KPU menjelang Pemilu 2014, isu SARA seharusnya terus disampaikan ketika bertemu partai-partai. Saya senang KPU memberikan respons positif, hanya memang mereka tidak diprakarsai mengambil tindakan secara langsung menyangkut isu SARA ini, apalagi isu penodaan terhadap agama seperti disahkan oleh partai politik," katanya, Kamis (23/1) saat melaksanakan audiensi dengan KPU di Gedung KPU Pusat, Jalan Imam Bonjol No 29 Jakarta Pusat.
Jeirry mengharapkan peran serta masyarakat secara maksimal, dan terus mendukung KPU untuk menindak partai yang menggunakan isu SARA untuk kepentingan politik mereka. "Kita juga akan buat produk-produk kampanye dalam bentuk informasi kepada masyarakat," katanya.
Partai, menurut pengamatan Jeirry, yang lebih sering memolitisasi isu agama dan SARA, sedangkan masyarakat hanya ikut-ikutan. "Repotnya, karena masyarakat ikut, mereka ikut juga dalam praktek-praktek seperti itu. Setelah ini kita akan membuat produk-produk serta melakukan kampanye yang diinginkan KPU untuk melakukan pemilu yang bersih tanpa ada isu SARA," Jeirry menjelaskan.
Lebih lanjut ia mengatakan, dalam kampanye, agama menjadi basis dukungan partai politik. Jeirry tidak mempermasalahkannya asal tidak bersifat SARA. Ia berharap partai-partai politik memberi perhatian terhadap isu SARA itu, mengingat banyak partai politik dan para caleg yang memanfaatkan rumah ibadah sebagai ajang untuk melakukan kampanye.
Memang sudah dilarang, namun prakteknya sampai sekarang masih berlangsung dan agak luput dari pengawasan. Pengggunaan rumah ibadah saya kira semakin kuat untuk politisisasi terhadap agama. Ini yang harus terus diperhatikan," ungkap Jeirry.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...