Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 18:21 WIB | Jumat, 21 Februari 2014

Polrestabes Semarang Dinilai Sewenang-wenang

Polrestabes Semarang Dinilai Sewenang-wenang
Anggota Kompolnas Brigjen Polisi (Purn) Syafriadi Cut Ali saat menerima lima warga yang salah satunya adalah korban yang ditangkap oleh Polrestabes Semarang yang dinilai sewenang-wenang, di kantor Kompolnas Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (21/2). (Foto-foto: Dedy Istanto).
Polrestabes Semarang Dinilai Sewenang-wenang
Perwakilan warga dari Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik bersama KontraS saat menceritakan kronolosi peristiwa yang terjadi pada Minggu (16/2) kepada anggota Kompolnas.
Polrestabes Semarang Dinilai Sewenang-wenang
Warga dari Semarang bersama dengan KontraS saat diterima salah satu anggota Kompolnas Brigjen Polisi (Purn) Syafriadi Cut Ali di kantor Kompolnas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penangkapan yang dilakukan Polrestabes Semarang, Jawa Tengah, dengan sewenang-wenang membuat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama korban mengadukan masalah tersebut ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (21/2).

Lima wakil warga dari Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Semarang, mendatangi Kompolnas guna menjelaskan kronologis peristiwa yang terjadi pada Minggu (16/2) lalu, yang berujung penangkapan yang dilakukan polisi.

Salah satu korban, Didi S, yang didampingi Kepala Divisi Pemantauan Impunitas M Daud Beureh, menjelaskan secara langsung kepada anggota Kompolnas Brigjen Polisi (Purn) Syafriadi Cut Ali tentang awal kejadian. Peristiwa berawal dari warga korban dan keluarga 1965-1966 yang akan mengunjungi dan bersilaturahmi ke rekan yang sedang sakit. Namun, kunjungan tersebut malah dibubarkan paksa oleh salah satu organisasi masyarakat (ormas), Polrestabes serta Polsek Banyumanik, Semarang, karena dianggap melanggar hukum.

Sejumlah 15 warga dari korban peristiwa 1965-1966, yang rata-rata sudah berusia lanjut, akhirnya diamankan polisi, yang diduga atas paksaan dari salah satu ormas, yang menurut salah satu korban berbasis agama.

Para korban dan KontraS menilai tindakan kepolisian yang membubarkan paksa dan menangkap serta melakukan pemeriksaan dengan memberikan keterangan berita acara perkara (BAP) terhadap korban bertentangan dengan aturan hukum, di antaranya Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 E Ayat 3 dan 28 F tentang hak warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat. Kemudian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya pada Pasal 14 dan 24. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home