Polri Didesak Gunakan UU Pers
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kalangan pers mendesak Kepolisian Republik Indonesia menggunakan UU Pers yakni melalui mekanisme Dewan Pers dalam menyelesaikan pengaduan perselisihan akibat karya jurnalistik.
"Perselisihan yang diakibatkan pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme seperti diatur oleh UU Pers, yakni melalui Dewan Pers," ujar Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwarjono dalam pernyataan sikap bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis.
Menurut Jono sapaan Suwarjono, pernyataan bersama itu, disampaikan terkait dengan langkah kepolisian yang tengah memproses laporan Ketua Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia yang mengadukan Majalah Tempo terkait pemberitaaan harta kekayaan Komjen Pol Budi Gunawan dan aliran dana ke sejumlah pihak.
Ia mengatakan, AJI, IJTI, PWI, dan LBH Pers memandang pemberitaan kekayaan Budi Gunawan oleh Majalah Tempo telah sesuai dengan kaidah jurnalistik sebagaimana diatur UU Pers.
Dalam UU Pers Pasal 4 disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Dan di dalam Pasal 6 disebutkan pers berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Selain itu, dalam Pasal 8 dinyatakan, dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
"Untuk itu, kepolisian hendaknya menangani kasus Tempo dengan menggunakan prosedur sengketa jurnalistik yang telah diatur UU Pers," jelas dia.
Dia menegaskan, langkah kepolisian yang tengah memproses langkah terkait Majalah Tempo membuka peluang kriminalisasi terhadap media dan jurnalis.
Hal ini tidak hanya bertentangan dengan UU Pers, melainkan juga mengancam tugas dan fungsi pers sebagai pilar penting tegaknya demokrasi di Indonesia.
"Apabila upaya memproses laporan ini dilanjutkan, maka langkah memidanakan jurnalis dan media akibat memberitakan kasus-kasus dugaan korupsi berpotensi mengancam semua media dan jurnalis di Indonesia," tegas dia.
Sementara itu, Ketua PWI Bidang Multimedia Priyambodo meminta kalangan pers mewaspadai kasus Tempo ini yang dapat memecah belah kebebasan pers.
Pria yang akrab disapa Bob itu menilai kasus yang mendera Majalah Tempo dapat mengindikasikan adanya upaya menggesek keberadaan kalangan pers dengan kepolisian atau justru mengarah kepada pelanggaran nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia.
"Kita harus waspada, ada kecenderungan yang membuat terpecah belah. Kita punya fakta jurnalistik, dan memiliki kode etik jurnalistik serta UU Pers," jelas Bob.
Sementara itu terkait persoalan ini, AJI, IJTI, PWI dan LBH Pers menyerukan Kepolisian Republik Indonesia untuk menolak upaya berbagai pihak untuk memidanakan jurnalistik.
Kasus Tempo harus dikembalikan sesuai kewenangan dan proporsinya, yakni menggunakan UU Pers, yang juga telah masuk dalam nota kesepahaman antara Kepolisian RI dengan Dewan Pers.
Kalangan pers juga mendesak kepolisian untuk menaati keputusan Dewan Pers yang telah memberikan pendapat terkait dengan penyelesaian sengketa pemberitaan antara pengadu dan Majalah Tempo.
Selain itu, kalangan pers mengajak seluruh pihak, baik pejabat hingga masyarakat umum untuk selalu menghormati peran dan tugas pers dalam menjalankan profesinya. Dan apabila tidak puas dengan pemberitaan media agar menyelesaikan masalah melalui UU Pers.
Kalangan pers juga mengajak seluruh jurnalis/wartawan di Indonesia untuk menjadikan kode etik jurnalistik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas jurnalistik. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...