Polwan Muslim Ini Tewas Saat Bertugas di Gereja Koptik Mesir
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Warga Mesir memberikan penghormatan terakhir kepada polisi wanita (polwan) yang meninggal karena mencoba menghentikan pelaku bom bunuh diri saat akan memasuki Gereja Koptik di Alexandria.
Dalam peristiwa itu, setidaknya ada 44 orang yang terbunuh dalam dua teror bom yang menargetkan minoritas Kristen Mesir pada hari Minggu (9/4). Teror bom yang pertama terjadi di Gereja St. George di Tanta, sekitar 100 km dari utara Kairo dan ledakan yang kedua terjadi saat misa di Katedral Saint Mark Alexandria.
Nagwa Abdel-Aleem (55) sedang menjaga pintu masuk gereja ketika pelaku bom bunuh diri berusaha masuk secara paksa tanpa melalui pemeriksaan. Merasa usahanya sia-sia, pelaku lalu meledakkan dirinya di depan gerbang gereja. Nampaknya, target utama pelaku adalah Paus Tawadros II yang telah meninggalkan gereja beberapa menit sebelumnya.
Abdel-Aleem adalah perempuan pertama yang meninggal saat bertugas di satuan kepolisian Mesir. Media Mesir melaporkan bahwa salah satu dari dua orang putranya, yang juga adalah seorang polisi, turut meninggal dalam insiden tersebut.
Foto Abdel-Aleem bersama suaminya yang merupakan letnan angkatan darat, telah beredar luas di sosial media, diiringi doa dan ucapan terima kasih.
“Polwan berhijab ini kehilangan nyawanya saat membela Gereja Koptik Alexandria. Jangan menghakimi apa yang mereka kenakan. Namun, perhitungkan apa yang telah dia perbuat,” kata salah satu pengguna media sosial Twitter.
Insiden tersebut terjadi pada Minggu Palma, satu minggu sebelum Paskah. Paus Fransiskus rencananya akan berkunjung ke Mesir pada bulan April.
Minoritas Kristen Mesir –sekitar 10 persen dari 90 juta populasi warga Mesir – sering menjadi target kekerasan dari kelompok Islam di negara tersebut seperti yang berafiliasi dengan ISIS di Sinai, yang telah menimbulkan kekacauan di Mesir sejak revolusi tahun 2011.
Serangan pada hari Minggu itu membuat masyarakat di seluruh dunia marah pada Presiden Mesir, Abdel Fattah Al-Sisi yang berjanji akan melumpuhkan kelompok ekstremis.
Pemerintah telah menyatakan status darurat hingga tiga bulan ke depan dan menurunkan pasukan untuk menjaga ruang publik di seluruh wilayah negara tersebut.
Wahby Lamie, di mana sepupunya ikut terbunuh dan yang lainnya terluka dalam ledakan Tanta, mengungkapkan kekesalannya kepada Reuters.
“Berapa lama lagi kami akan disiksa? Siapapun yang berbeda pandangan dengan para ekstremis Islam sekarang adalah kafir, entah itu orang Islam atau Kristen. Ekstremis melihat mereka sebagai orang-orang kafir,” kata dia.
“Berapa lama lagi orang-orang ini masih ada? Dan berapa lama lagi keamanan ini terus terancam?”
ISIS telah mengaku bertanggung jawab atas pertumpahan darah yang terjadi di hari Minggu tersebut. Mereka menyatakan bahwa dua pejuangnya mengenakan rompi bunuh diri untuk melakukan serangan dan memperingatkan bahwa akan ada lebih banyak lagi ekstremis yang datang.
“Tentara salib dan sekutu murtad mereka harus tahu aturan di antara kami dan mereka sangat besar. Mereka akan membayar dengan sungai-sungai darah dari anak-anak mereka, insya Allah. Tunggu kami, karena kami akan menunggu Anda,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
ISIS sebelumnya merilis sebuah video yang bersumpah akan ‘membersihkan’ Kristen Mesir. (independent.co.uk)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...