Presiden Baru: Tidak Ada Masa Depan Tunisia Tanpa Harmoni
Beji Caid Essebsi adalah politisi senior yang berkampanye dengan plat form anti islamis. Presiden pertama yang dipilih secara demokratis di Tunisia.
TUNIS, SATUHARAPAN.COM - Presiden baru Tunisia, Beji Caid Essebsi, berjanji untuk mengupayakan rekonsiliasi dan konsensus setelah dia dilantik pada hari Rabu (31/1) di depan parlemen baru yang terpilih untuk menyelesaikan transisi demokrasi di negara itu.
Essebsi yang berusia 88 tahun yang mencalonkan diri untuk jabatan presiden dengan kampanye anti Islamis, dan memenangi pemilihan presiden pada bulan Desember dengan memperoleh 55,7 persen suara. Dia mengalahkan pejabat sementara presiden, Moncef Marzouki, yang memperoleh 44,3 persen suara.
Ini adalah pemilihan presiden demokratis pertama bagi Tunisia. Pada pemilihan presiden sebelum Zine al-Abidine Ben Ali digulingkan pada 2011, pesaing selalu ditekan dengan keras. Kali ini pemilihan mengajukan 27 kandidat.
"Kami akan bekerja mulai hari ini untuk menggantikan ketakutan dengan harapan," kata Essebsi di depan parlemen untuk memulai masa tugas lima tahun sepert dikutip Al Arabiya News. "Tidak ada masa depan untuk Tunisia tanpa konsensus dan tanpa harmoni antara semua pihak dan masyarakat sipil."
Dia mengatakan prioritasnya akan membangun kembali keamanan dan stabilitas, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Essebsi sekarang harus menunjuk seorang perdana menteri dari partainya, Nida Tunis, untuk membentuk pemerintah koalisi baru.
Masalahnya bagi Tunisia masih pada apakah kelompok Islamis yang selama dua tahun dan merupakan kelompok terbesar kedua di parlemen, akan menjadi bagian dari pemerintahan baru.
Tunisia menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali pada tahun 2011 yang terinspirasi pemberontakan pro demokrasi di Afrika Utara dan dunia Arab, tetapi hanya di Tunisia para pihak dalam persaingan politik yang sengit menemukan kesamaan.
"Ini adalah pertama kalinya kami mencapai putaran kedua," kata analis politik, Noureddine Mbarki dikutip Al Arabiya News. "Selisih suara hanya sedikit pada pemilihan putaran pertama, dan bahkan putaran kedua, dengan 10 persen selisih suara adalah yang kita lihat di negara-negara maju yang demokratis."
"Tunisia menyelenggarakan pemungutan suara pemilu tiga kali dalam delapan minggu. Ini adalah pertama kalinya terjadi dalam sejarah Tunisia," kata dia.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...