Presiden Korsel Tuntut Korut Minta Maaf
SEOUL, SATUHARAPAN.COM – Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-Hye menuntut permohonan maaf atas provokasi-provokasi Korea Utara (Korut) baru-baru ini.
“Korea Utara seharusnya membuat permintaan maaf yang jelas, dan menjamin bahwa tak akan ada lagi provokasi-provokasi," kata Park dalam komentarnya yang disiarkan televisi kepada para pembantu seniornya, Senin (24/8).
Sementara dua para perunding dari dua negara itu memasuki pembicaraan hari ketiga untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan militer yang berbahaya, Presiden Park mendesak Korut membuat pernyataan penyesalan yang mendalam dan tulus atas ledakan-ledakan ranjau bulan ini yang mencederai dua prajurit Korsel.
Jika hal itu tak dilakukan, ia mengatakan Seoul akan terus menyiarkan propaganda di perbatasan yang telah membuat Pyongyang marah dan mengancam serangan-serangan militer oleh tentara Korut.
Kebuntuan yang terjadi sudah memantik baku tembak artileri di perbatasan itu, dengan kedua pihak mengeluarkan kata-kata retorika dan menyiagakan persenjataannya.
Dalam pernyataan kepada para pembantunya, Park menekankan bahwa "tak ada kata mundur" menghadapi ancaman Korut.
Presiden itu telah mengambil sikap tegas terhadap Korea Utara sejak ia naik ke tampuk kekuasaan, dan akan membayar setiap kompromi yang mungkin dipandang sebagai hadiah atas provokasi-provokasi Pyongyang.
Pembicaraan yang mulai pada Sabtu di Panmunjom antara para pembantu tinggi dua kepala negara sejauh ini gagal menyepakati jalan yang bisa mereka terima untuk menurunkan ketegangan.
Korut telah membantah dikait-kaitkan dengan ledakan ranjau baru-baru ini dan para pengamat menyatakan Pyongyang tak akan pernah menerima tuntutan permohonan maaf.
"Dan Presiden Park tahu itu sebenarnya," kata Yang Moo-Jin, seorang professor di Universitas Kajian Korea Utara di Seoul.
"Kedua pihak sesungguhnya hanya mencoba menekan yang lain, mencari kesempatan dalam perundingan-perundingan yang berjalan sangat alot," ujar Yang.
Pyongyang juga tampak mencari peluang lebih besar, dengan Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan Korut telah menggandakan jumlah unit-unit artilerinya di perbatasan itu, dan mengerahkan dua pertiga armada kapal selamnya yang berkekuatan 70 kapal ke laut.
Ledakan-ledakan itu mimicu baku tembak di perbatasan antar-Korea yang sangat jarang terjadi terutama, menurut pengamat, karena kedua pihak mengakui risiko peningkatan ketegangan mendadak antara kedua negara, yang secara teknis masih dalam kondisi perang.
Insiden pada Kamis (20/8) terjadi di tengah meningkatnya ketegangan, menyusul ledakan ranjau yang melukai dua petugas patroli perbatasan Korsel pada Agustus dan peluncuran latihan militer gabungan Korsel-AS pekan ini yang semakin membuat marah Pyongyang.
Dalam jumpa pers setelah insiden itu, Kementerian Pertahanan mengatakan Korut yang memiliki senjata nuklir awalnya menembakkan artileri tunggal di sekitar perbatasan menjelang pukul 16.00 waktu setempat.
Beberapa menit kemudian, Korut menembakkan beberapa artileri ke arah salah satu pengeras suara Korsel, namun tembakan itu jatuh di kawasan demiliterisasi (DMZ) sisi Korsel --kawasan penyangga selebar empat kilometer yang membelah garis batas aktual.
Militer Korsel membalasnya dengan menembakkan "puluhan peluru 155mm", yang dikatakan oleh pihak kementerian diarahkan jatuh di DMZ sisi Korut.
Sebagai langkah pencegahan, warga di wilayah Yeoncheon, Korsel, yang berlokasi sekitar 60 km utara Seoul, diperintahkan meninggalkan rumah ke tempat perlindungan terdekat.
Tentara Korsel ditempatkan dalam posisi siaga penuh, sementara Presiden Park memimpin pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional serta memerintahkan "tanggapan keras" atas setiap aksi provokasi lebih jauh. (AFP)
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Bayu Probo
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...