Loading...
DUNIA
Penulis: Ignatius Dwiana 23:04 WIB | Sabtu, 14 September 2013

Presiden Rusia: Pemberontak Suriah Di Balik Serangan Senjata Kimia

Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto Cleveland Leader)

RUSIA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Rabu (11/9) menyatakan pemberontak Suriah berada di balik serangan senjata kimia. Vladimir Putin menuliskan pendapatnya itu  di New York Times yang baru disiarkan pada Rabu malam. Dia berpendapat pemberontak melakukan serangan untuk memancing intervensi militer asing yang menguntungkan pihak pemberontak.

Vladimir Putin membuat tuduhan pada malam pembicaraan tingkat tinggi di Jenewa antara diplomat Amerika Serikat dan Rusia. Vladimir Putin mengatakan musuh-musuh Bashar al Assad bertanggung jawab atas serangan kimia pada 21 Agustus silam di Ghouta. Sementara Amerika Serikat mengatakan serangan itu menewaskan lebih dari 1400 orang. Presiden Barack Obama telah mendorong aksi militer atas Suriah menyusul serangan itu. Amerika Serikat, para sekutunya, dan beberapa pemantau independen mengatakan serangan itu dilakukan pasukan pemerintah Suriah.

"Tidak ada yang meragukan gas beracun digunakan di Suriah," tulis Vladimir Putin.

"Tetapi ada setiap alasan untuk percaya itu tidak digunakan Tentara Suriah, tetapi pasukan oposisi, untuk memancing intervensi perisai asing mereka yang kuat yang akan berpihak kepada kaum fundamentalis."

Komentar Vladimir Putin muncul setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry menuju ke Jenewa untuk mengadakan pembicaraan dengan koleganya dari Rusia Sergei Lavrov untuk mengajukan usulan yang membuat Suriah menyerahkan senjata kimianya.

Vladimir Putin memperingatkan bahwa setiap serangan militer Amerika Serikat di Suriah yang berlangsung tanpa persetujuan PBB akan merusak badan global itu. Hal itu berisiko memicu konflik regional yang lebih luas.

Aksi militer tersebut akan "menghasilkan lebih banyak korban tidak bersalah dan eskalasi, berpotensi menyebarkan konflik jauh melampaui perbatasan Suriah," tulis Vladimir Putin.

Vladimir Putin tampil tidak biasa di New York Times. Penampilan ini sebagai kesempatan untuk berbicara langsung kepada rakyat Amerika dan para pemimpin politik mereka .

"Tidak ada yang ingin PBB mengalami nasib buruk seperti Liga Bangsa-Bangsa yang runtuh karena tidak memiliki pengaruh yang sebenarnya," tambahnya .

"Hal ini mungkin saja jika negara-negara berpengaruh melewati PBB dan mengambil tindakan militer tanpa ijin Dewan Keamanan."

Rusia berulang kali menunjukkan akan memveto setiap resolusi PBB yang berusaha untuk menyalahkan pemerintah Bashar al Assad atas serangan Ghouta.

Vladimir Putin menulis dalam komentarnya bahwa serangan militer Amerika dapat menyebabkan ledakan korban jiwa dan akan memicu gejolak di seluruh Timur Tengah yang bergolak.

"Serangan itu akan meningkatkan kekerasan dan melepaskan gelombang baru terorisme. Itu bisa merusak upaya multilateral untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran dan konflik Israel -Palestina dan selanjutnya mengguncang Timur Tengah dan Afrika Utara. Ini bisa menjungkirkan seluruh sistem hukum internasional dan ketertiban berjalan tidak seimbang."

Peringatan Vladimir Putin memberi kritik luas atas kebijakan luar negeri Amerika Serikat pasca era 11 September.

Dia menuduh Amerika Serikat mengejar kebijakan luar negerinya dengan kekuatan brutal dan itu telah gagal di Irak , Afghanistan, dan Libya.

"Jutaan orang di seluruh dunia semakin melihat Amerika tidak sebagai model demokrasi tetapi hanya mengandalkan kekuatan brutal, menambal sekutu bersama di bawah slogan ‘ Anda bersama kami atau melawan kami’ .Tetapi kekuatan itu terbukti tidak efektif dan sia-sia."

 Vladimir Putin berpendapat bahwa Afghanistan terguncang, Libya terbelah, dan Irak ditinggalkan dengan perang saudara yang terus berlangsung dengan puluhan orang tewas setiap hari .

Dia menyimpulkan dengan mengkritik Amerika yang menitik beratkan doktrin ideologis ekseptionalisme Amerika.

“Hal sangat berbahaya mendorong orang untuk melihat diri mereka sebagai luar biasa, apa pun motivasinya," katanya.

"Ada negara-negara besar dan negara-negara kecil, kaya dan miskin, orang-orang dengan tradisi demokrasi yang panjang dan mereka masih menemukan jalan ke demokrasi. Kita semua berbeda (tetapi) ... kita tidak boleh lupa bahwa Allah menciptakan kita sama."(gulfnews.com)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home