Presiden Sudan Selatan Tawarkan Perundingan dengan Mantan Wakilnya
JUBA, SATUHARAPAN.COM –Salva Kiir, Presiden Sudan Selatan, mengatakan pada Rabu (18/12) bersedia mengadakan pembicaraan dengan mantan wakilnya, Riek Machar, yang ia tuduh memimpin upaya kudeta terhadap dirinya.
Kelompok pendukung Kiir telah terlibat dalam bentrokan mematikan dengan loyalis Machar, kata PBB dalam pernyataan Selasa (17/12).
Kiir menuduh tentara yang setia kepada Machar berupaya melakukan kudeta di negara kaya minyak tetapi penduduknya sangat miskin itu. Negara itu telah berjuang dengan ketidakstabilan sejak berpisah dari Sudan pada 2011.
“Saya akan berunding dengan dia—Riek ( Machar )— tapi saya tidak tahu apa hasil pembicaraannya,” kata Kiir kepada wartawan.
Kiir menambahkan, salah satu komandan militer yang kuat, Peter Gadet, yang memberontak pada 2011 namun kemudian bergabung dengan tentara, telah memberontak lagi. Ia melancarkan serangan di negara bagian timur, Jonglei untuk mendukung Machar.
Sebelumnya, pada Rabu, Machar membantah tuduhan pemerintah bahwa ia mencoba melakukan kudeta. Ia mengatakan, presiden menggunakan klaim tersebut sebagai alasan untuk membersihkan saingan politik.
“Yang terjadi di Juba adalah kesalahpahaman antara pengawal presiden dalam divisi mereka, itu bukan upaya kudeta,” kata Machar kepada situs berita Sudan Tribune, dalam komentar publik pertamanya sejak pertempuran pecah pada Minggu.
Pertempuran dilaporkan terjadi sepanjang Selasa (17/12) malam di ibu kota negara bagian Jonglei, Bor. Suara tembakan pecah lagi pada Rabu subuh.
“Mereka yang telah membunuh akan diadili,” kata Kiir. Ia mendesak supaya semua pihak untuk tenang dan menyerukan kepada ribuan pengungsi yang mencari perlindungan di markas penjaga perdamaian PBB untuk kembali ke rumah.
Rumah sakit setempat memberi tahu PBB bahwa 400 sampai 500 orang tewas sejak Minggu. Hal itu diungkapkan kepala penjaga perdamaian PBB, Herve Ladsous, kepada Dewan Keamanan PBB. Ia mendapat informasi dari para diplomat yang menghadiri briefing pribadi dengan dia.
Menurut Ladsous, PBB tidak dapat memverifikasi jumlah korban yang diberikan dua rumah sakit di ibu kota. Meskipun jumlah korban tewas tidak dapat dikonfirmasi, “Ada banyak korban, jelas,” kata Presiden Dewan Keamanan, Gerard Araud, setelah konsultasi darurat. Araud juga duta besar Prancis untuk PBB.
Pertempuran itu makin menegaskan berbagai kegagalan di negeri itu, yang dibanjiri senjata setelah puluhan tahun perang. Kiir dan Machar berasal dari kelompok etnis yang berbeda dan berjuang di sisi yang berbeda selama perang saudara di Sudan. (alarabiya.net)
Kiat Menangani Anak Kejang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konsultan emergensi dan rawat intensif anak dari Fakultas Kedokteran Univ...