Profil Prabowo Subianto, Anak Keras dengan Pemikiran Kritis
SATUHARAPAN.COM – Prabowo Subianto kecil adalah anak yang sangat keras. Sifat itu sering terlihat saat ia sedang makan bersama keluarganya, di meja makan. Prabowo tidak mau mengikuti tata krama dan etika yang diajarkan oleh ibunya. Tangannya senantiasa kesana kemari dan tidak mau melipat serbet di atas pangkuannya. Sifat keras tersebut sepertinya diturunkan dari sang ibunda, Dora Marie Sigar. Meski dikenal sebagai anak yang keras, Prabowo juga memperlihatkan gaya berpikir yang kritis dan bebas, yang meniru sifat ayahnya.
Prabowo adalah anak dari begawan ekonomi, Soemitro Djojohadikusumo, yang menikah dengan Dora Marie Sigar. Bila ditelusuri lebih jauh, Prabowo merupakan cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI 46) yang juga merupakan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPARI) pertama, serta anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Mulai Masuk Sekolah
Pada tahun 1959, Prabowo mulai mengenyam pendidikan sekolah dasar (sd), saat itu Prabowo menempuh pelajaran di sebuah sd di Hong Kong. Selama tinggal di Hongkong, Prabowo suka bermain bersama teman-temannya sepulang dari sekolah. Kadang, mereka bermain dikawasan perbukitan yang masih berupa hutan lebat. Pria kelahiran 17 Oktober 1951 itu juga sering bermain perang-perangan bersama beberapa temannya. Menurut teman-temannya semasa di Hong Kong, Prabowo adalah anak yang berani dan cenderung cepat marah. Namun, kemarahannya itu juga cepat hilang.
Setahun kemudian, tahun 1960, Prabowo pindah ke Malaysia bersama keluarganya. Di sana, ia tinggal di daerah Petaling Jaya, Kuala Lumpur. Selama tinggal di Malaysia, ayah Prabowo membuka pabrik perakitan alat elektronik merek Preiere dari Prancis. Kala itu, Prabowo sekolah di SD Victoria Intitution, sebuah sekolah paling bergengsi di negeri jiran itu.
Tiga tahun kemudian, tahun 1963, Prabowo lagi-lagi diajak pindah negara oleh orang tuanya. Kali ini, negara yang dituju adalah Swiss. Di sana, Prabowo langsung bersekolah yang kini setara denga sekolah menengah pertama, yakni di International School, di Kota Zurich. Namun, hanya satu tahun Prabowo bersekolah di sana, ia pun melanjutkan sekolah menengah atasnhya di American School nan berada di Kota London, Inggris.
Pada sekitar tahun 1967, setelah berhasil menamatkan sekolah di American School yang ada di Inggris, Prabowo diajak orang tuanya kembali ke Indonesia. Ketika itu, usia Prabowo 21 tahun. Walau masih tergolong muda, tetapi karakter Prabowo sudah terlihat jelas bahwa ia akan menjadi pemuda yang cerdas dan berani berdebat. Hal ini terlihat mana kala ia suka bergaul dengan para politikus senior, termasuk juga berdebat dengan mereka. Tidak hanya itu, Prabowo juga berani berdebat dengan intelektual-intelektual senior seperti Soe Hok Gie dan Sudjatmoko. Di mata dua intelektual itu, Prabowo adalah pemuda yang cerdas, cepat memahami persoalan, dan juga berani berdebat. Bahkan, Soe Hok Gie juga pernah menulis kesan tentang Prabowo ini di buku hariannya.
Masuk Militer 1970
Prabowo memutuskan untuk masuk di Akademi Militer Nasional (AMN) yang ada di Magelang, Jawa Tengah, atas sponsor Kepala Kordinator Intelijen Negara yang saat itu dijabat oleh Sutopo Juwono, Pada tahun 1970. Disini, Prabowo mulai mengenal dunia militer, mulai strategi bertahan hidup (sebagai tentara), strategi perang, hingga peralatan alusista.
Sebenarnya, sebelum masuk akademi militer, Prabowo telah diterima di University of Colorado dan George Washington University, Amerika Serikat. Akan tetapi, ia lebih memilih akademi militer daripada belajar di bangku kuliah.
Prabowo menamatkan pendidikannya di AMN, pada 1974. Dua tahun kemudian, ia bergabung dengan Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), cikal bakal Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Dari sini, karier Prabowo mulai melejit, tahun 1976, Prabowo berhasil menjadi Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha. Setahun kemudian, Prabowo juga berhasil menjadi Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha.
Ssetelah ia menikah dengan Siti Hediati Heriyadi (Titiek Soeharto), Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto, pada 1983, Prabowo berhasil menjadi Wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus (1983-1985). Ia pun berhasil menjadi Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987).
Menjadi Komandan
Karier Prabowo ternyata tidak berhenti sampai di sini, ia terpilih sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987- 1991), Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kujang I/Kostrad (1991-1993), Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (1993-1995), Wakil Komandan Kopassus (1994), Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996), Komandan Jendral Kopassus (1996-1998), hingga berhasil menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI (1998).
Pada Mei 1998, Prabowo dituduh ingin melakukan kudeta dan menggerakkan tentara ke Jakarta serta sekitar kediaman Presiden B.J. Habibie. Karena tuduhan rencana kudeta tersebut, Prabowo diberhentikan secara hormat dari jabatannya sebagai Panglima Kostrad oleh Wiranto atas perintah Presiden B.J. Habibie.
Mengasing ke Yordania
Berbagai tuduhan membuat Prabowo meninggalkan tanah air. Ia kemudian dikabarkan mengasingkan diri ke Jerman dan Yordania. Disana Prabowo membangun bisnis bersama adiknya, Hashim Djojohadikusumo.
Berkali-kali Prabowo berniat untuk kembali ke tanah air. Namun, niatnya itu selalu diurungkan mana kala ia dinasehati oleh Ketua Komite Indonesia, Ahmad Soemargono, dan Ketua Partai Bulan Bintang, Fadli Zon, untuk menetap di salah satu negara tersebut.
Di Jerman, Prabowo memperoleh perlindungan istimewa dari pemerintah setempat. Sementara di Yordania, Prabowo juga mendapatkan perlindungan istimewa dari Raja Abdullah, Raja Yordania pada saat itu yang diketahui sebagai teman dekat Prabowo.
Selama tinggal di Jerman dan Yordania, Prabowo beberapa kali mendapat surat dari Wiranto untuk menghadiri pesta ulang tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun, Fadli Zon mengatakan bahwa dibalik surat itu, ada niatan Wiranto untuk menangkap Prabowo karena banyaknya kasus di dalam negeri yang menyangkut keamanan negara dan melibatkan Prabowo.
Sekembalinya ke tanah air, Prabowo membeli sebagian saham PT Kertas Nusantara, di Mangkajang, Kalimantan Timur. PT Kertas Nusantara pada mulanya bernama Kiani Kertas. Sebelumnya, perusahaan ini dimiliki oleh Bob Hasan. Kemudian, Prabowo membeli sahamnya mengunakan pinjaman senilai 1,8 triliun rupiah dari Bank Mandiri.
Masuk Dunia Politik
Di awal karir politiknya, Prabowo bergabung dengan Partai Golkar, kemudian mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar, pada Konvensi Capres Golkar 2004.
Usaha Prabowo untuk menjadi calon presiden dari Partai Golkar mendekati kemenangan. Namun ia harus merelakan mana kala ia hanya lolos sampai putaran akhir karena kalah dengan suara yang dimiliki Wiranto. Setelah kekalahan itu, Prabowo mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Akhirnya, ia resmi dilantik sebagai Ketua HKTI pada 5 Desember 2004.
Sukses menjadi Ketua HKTI, Prabowo melanjutkan untuk menjadi Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI). Hasil musyawarah nasional APPSI menyatakan bahwa Prabowo dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum APPSI (2008-2013). Prabowo pun dilantik sebagai Ketua Umum APPSI pada 6 Agustus 2008.
Selain itu Prabowo juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) serta Presiden PERSILAT. Selama menjadi Ketua Umum IPSI, tim nasional pencak silat Indonesia selalu juara umum di ajang internasional seperti SEA GAMES dan ASEAN Games. Salah satu cita-cita Prabowo adalah menjadikan pencak silat salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan di Olimpiade.
Mendirikan Gerindra
Pada 2008, Prabowo mendirikan Parta Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ketika Pemilu Legislatif 2009 digelar, partai ini berhasil meloloskan wakilnya ke DPR, karena meraih 4,2 persen suara. Namun, keberhasilan ini tidak berhasil membawanya menduduki kursi wakil presiden yang saat itu berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Pemilu Legislatif 2014, Gerindra sukses meraih pertambahan suara signifikan, perolehan mereka mencapai 11,81 persen. Namun perolehan tersebut tidak cukup bagi Gerindra untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Mereka pun membentuk koalisi dengan PKS, PPP, PAN, PBB, dan Golkar, gabungan lima partai ini kemudia disebut Koalisi Merah Putih.
Dengan total perolehan suara sebesar 48,93 persen suara atau 292 kursi DPR-RI itu, nama Prabowo Subianto sah sebagai Calon Presiden Republik Indonesia 2014, dengan menggandeng Hatta Rajasa sebagai Calon Wakil Presiden Republik Indonesia. (kpu.go.id/selamatkanindoensia.com)
Editor : Bayu Probo
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...