Prostitusi Online Dibasmi, Spa dan Karaoke Mesum Kok Tidak?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kasus bisnis prostitusi online atau dunia maya yang melibatkan artis berinisial AA dan muncikari berinisial RA, Sabtu (9/5) lalu, telah membuat publik gempar. Meski bukan hal baru, persoalan seputar bisnis esek-esek kini kembali menjadi perbincangan hangat dan menarik bagi sejumlah kalangan.
Sejumlah kalangan pun mengatakan bahwa bisnis prostitusi tidak bisa dihilangkan, karena prostitusi sudah ada sejak lama. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki TJahaja Purnama mengatakan praktik kotor tersebut sudah melanda pada masa para nabi. Dia pun mengaku sulit dan bingung untuk membasmi praktik prostitusi di Ibu Kota.
Namun, sebuah pertanyaan muncul terkait alasan pihak kepolisian yang sejauh ini hanya membasmi bisnis prostitusi di dunia maya, sementara tempat Spa dan karaoke yang menjajakan jasa seks menjamur di penjuru kota, tanpa sedikit pun mendapat tindakan serius dari pihak kepolisian dan pemerintah setempat.
Menanggapi pertanyaan itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengatakan bisnis prostitusi di dunia maya sangat mengkhawatirkan karena bisa diakses dengan mudah oleh anak-anak di bawah umur. Berbeda dengan aktivitasi prostitusi yang daratan, seperti tempat Spa dan karaoke yang sulit diakses anak-anak di bawah umur.
“Fakta mengungkapkan, bahwa penyalahgunaan seks di kalangan anak usia di Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) telah mengkhawatirkan,” ujar Sodik kepada satuharapan.com, Senin (11/5).
Selain itu, dia juga menilai konsistensi aparat penegak hukum dan pemerintah di tingkat kabupaten/kota untuk mengatasi masalah prostitusi belum terlihat, sehingga bisnis prostitusi terus menyebar dan berkembang secara masif di beberapa wilayah.
“Kalau ada kecurigaan bahwa pemerintah atau aparat penegak hukum setempat mendapat sesuatu dari bisnis prostitusi yang ada ya bisa saja,” ujar dia.
Sementara menurut ahli sosiologi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robert, pihak kepolisian seakan menutup mata pada maraknya bisnis prostitusi berkedok tempat SPA dan karaoke. Kemungkinan, karena tempat-tempat tersebut telah membayar pajak pada pemerintah dan kepolisian setempat.
“Banyak tempat prostitusi bersembunyi menggunakan cara-cara lain, kepolisian dan pemerintah setempat seakan menutup mata akan menjamurnya bisnis seperti ini,” tutur dia.
Pemerintah Harus Serius
Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan pemblokiran situs pornografi memang sudah dilakukan oleh pemerintah sebagai tindakan nyata. Namun, penanganan prostitusi tak hanya sekedar berhenti di pemblokiran situs tapi harus diiringi dengan penegakan hukum.
"Bagi mereka yang terbukti melanggar, harus diproses. Apalagi, ada banyak aturan yang bisa dipergunakan untuk menindak mereka itu. Paling tidak, UU ITE dan UU pornografi dan porno aksi bisa diterapkan terutama kepada para agen-agennya," ucap dia.
Kemudian, Saleh menjelaskan, bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi bagian dari bisnis prostitusi perlu dilakukan rehabilitasi dan pembekalan. Sebab, menurutnya faktor ekonomi menjadi ‘kambing hitam’ mencuatnya kasus prostitusi di Tanah Air.
"Di Kementerian Sosial ada program rehabilitasi Wanita Rawan Sosial (Waras). Program ini dimaksudkan memberikan keterampilan bagi para PSK. Ada program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi mereka. Karena itu, salah satu cara menanggulanginya adalah dengan memberikan keterampilan dan modal usaha," tutur politisi PAN itu.
Editor : Bayu Probo
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...