Loading...
INDONESIA
Penulis: Tunggul Tauladan 01:50 WIB | Senin, 14 September 2015

Protes Surat Kekancingan, 5 Warga Topo Pepe

Lima orang PKL di kawasan Gondomanan melakukan topo pepe di Alun-alun Utara pada Minggu (13/9). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Eka Aryawan, selaku pihak yang memegang surat kekancingan dan dinilai telah berlaku sewenang-wenang (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Sebanyak lima orang warga Yogyakarta Pedagang Kaki Lima (PKL)) di kawasan Gondomanan, Kota Yogyakarta melakukan aksi topo pepe (bertapa di bawah terik matahari) di Alun-alun Utara Yogyakarta. Aksi yang dilakukan pada hari Minggu (13/9) ini merupakan bentuk protes atau upaya meminta keadilan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sri Sultan HB X) selaku Sultan di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Para PKL yang terdiri dari Agung, Budiono, Sugiyadi, Sutinah, dan Suwarni yang didampingi oleh Rizky Fatahillah, SH dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, memulai aksi topo pepe dengan berjalan dari kios mereka di kawasan Gondomanan, menuju Jalan Panembahan Senopati-Titik Nol Kilometer-hingga Alun-alun Utara. Di tempat ini, mereka duduk bersila di antara dua ringin kurung (dua buah pohon beringin di depan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat) dan berjemur di bawah terik sinar matahari.

Aksi ini dilakukan sebagai salah satu bentuk protes menyoal surat kekancingan (surat Sultan Ground) yang diberikan oleh Sri Sultan HB X kepada Eka Aryawan. Berdasarkan surat kekancingan tersebut, lapak para pedagang yang berada di depan tanah yang diklaim milik Eka Aryawan terancam digusur. Tak hanya itu, para pedagang juga dituntut dengan sejumlah uang senilai lebih dari Rp. 1 Milyar.

“Kami ingin Sultan mencabut surat kekancingan yang diberikan kepada Eka Aryawan karena digunakan dengan sewenang-wenang untuk menggusur kami,” demikian kata Agung usai menggelar topo pepe.

Sementara itu, kuasa hukum PKL dari LBH Yogyakarta, Rizky Fatahillah, SH menyatakan bahwa sebenarnya pada 2013 silam telah terjadi kesepakatan damai antara pemegang surat kekancingan dengan para PKL. Namun, pada tahun ini, kesepakatan tersebut diingkari.

“Kesepakatan damai yang sudah ada pada 2013 diingkari oleh pemegang surat kekancingan. Dan yang lebih penting lagi, PKL sudah tidak berada di dalam tanah yang berada di dalam surat kekancingan seluas 73 meter persegi tersebut,” jelas Rizky.

Lebih lanjut Rizky menjelaskan bahwa pihaknya siap menjalani persidangan yang rencananya akan dilaksanakan pada Senin (14/9) di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Hal ini dilakukan karena selama ini, para PKL menggantungkan hidup hanya dari berjualan di tempat yang kini disengketakan tersebut. Bahkan para PKL yang merupakan pedagang makanan dan pembuat kunci tersebut telah berdagang sejak 1960 silam. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home