PTN Ubah Penilaian Penerimaan Mahasiswa Baru
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM - Perguruan tinggi negeri bakal mengubah komponen penilaian dalam penerimaan mahasiswa baru terkait rencana penghapusan ujian nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Warsono, pada Senin (28/11), mengatakan bila pemerintah meniadakan UN pada tahun depan, penerimaan mahasiswa baru jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) otomatis ikut berubah.
"Kalau rencana itu terwujud, tinggal kita hapus penilaian tentang nilai UN. Penghapusan bisa dilakukan secara sistemik," kata dia.
Bila UN SMA/SMK didesentralisasi ke provinsi, Warsono mengatakan, pusat tidak mungkin menyerahkan ke tiap-tiap provinsi karena ukurannya bakal berbeda. "Nanti pasti tetap ada ukuran nasional. Standarnya itu ada," katanya.
Dia menambahkan, saat ini pihaknya bakal menunggu petunjuk dari pusat untuk detail implementasinya. "Tidak lama lagi soal UN ini dibahas di rapat terbatas oleh presiden. Kita menunggu saja," katanya.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Moh Nasih SE MT CMA Ak, mengatakan rencana penghapusan UN tidak akan berdampak besar terhadap SNMPTN, karena ketika SNMPTN berlangsung tidak banyak data UN yang masuk.
"Terbitnya nilai UN biasanya terlambat satu hari dengan pengumuman SNMPTN. Bagaimana pakainya?" katanya.
Terkait komponen penilaian SNMPTN yang membuat ranking mata pelajaran yang di-UN-kan, pihaknya bisa melanjutkan yang sudah ada. Ini terkait dengan perkuliahan calon mahasiswa ke depannya. Sementara, bobot penilaian UN yang masuk SNMPTN, tinggal hapus saja jika tidak digunakan pemerintah.
"Tahun lalu kita menilai setiap SMA/SMK. Kita nilai dengan akreditasi sekolah itu. Akreditasi kita pertimbangkan. Termasuk kuota untuk masing-masing akreditasi ketika di SNMPTN," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair ini.
Penilaian menggunakan akreditasi sekolah, kata dia, mencakup delapan standar pendidikan nasional. Di dalamnya terdapat standar kurikulum, sarana dan prasarana sekolah, standar penilaian pendidikan, standar proses pendidikan dan lain-lain.
"Akreditasi menjadi penting, jadi tetap saja kriteria itu masuk akreditasi," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Dr Saiful Rachman mengatakan, siap atau tidak, semua daerah harus siap menerima kebijakan ini. Tak terkecuali pihaknya yang mulai 1 Januari mendatang akan mengelola SMA/SMK.
"Kita akan prioritaskan dulu ujian SMA/SMK dan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PKLK) atau pendidikan anak berkebutuhan khusus, sesuai kewenangan kita. Sementara jenjang SD, SMP dan kejar paket A, B dan C akan diselenggarakan daerah masing-masing," kata Saiful.
Saiful mengatakan, tahun depan sebenarnya telah mengalokasikan anggaran untuk Ujian Sekolah (US) SD/MI se-Jatim. Namun dengan adanya desentralisasi UN, pihaknya berencana mengalihkan anggaran tersebut untuk pelaksanaan ujian SMA/SMK.
"Untuk ujian sekolah (US) SD sekitar Rp9 miliar. Tapi kita butuh anggaran untuk US SMA/SMK sekitar Rp20 miliar-Rp25 miliar," kata dia.
Untuk melaksanakan ujian ini, kata Saiful, baik provinsi maupun daerah tetap harus mengacu pada standar nasional yang akan dirumuskan BSNP (Badan Standarisasi Nasional Pendidikan). Sedangkan untuk pembuatan butir-butir soal dapat dilakukan oleh masing-masing daerah.
"Jadi kalau bobot soal akan tetap sama antarsatu daerah dengan daerah lain. Tapi butir soalnya yang mungkin beragam," kata dia.
Untuk seleksi masuk ke jenjang SMA/SMK, Saiful belum yakin apakah akan menggunakan nilai dari ujian SMP/MTs yang diselenggarakan kabupaten/kota. Pihaknya mempunyai opsi lain, yakni dengan menggunakan tes masuk SMA/SMK.
"Tapi kembali lagi ini soal kesiapan anggaran. Nanti kita akan bicarakan dengan berbagai pihak agar pelaksanaannya tetap baik," kata Saiful. (Antaranews.com)
Editor : Sotyati
Maluku Gelar Festival Tunas Bahasa Ibu
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Balai Bahasa Provinsi Maluku menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) tah...