Puluhan Ribu Orang Berpawai Menuntut Presiden Belarusia Mundur
Oposisi memberi batas waktu hingga 25 Oktober
MINSK, SATUHARAPAN.COM-Puluhan ribu orang berbaris di jalan-jalan ibu kota Belarusia pada hari Minggu (18/10), menuntut penggulingan pemimpin otoriter negara itu yang memenangkan masa jabatan keenamnya dalam pemilihan yang secara luas dianggap penuh kecurangan.
Lebih dari 50.000 orang mengambil bagian dalam demonstrasi di kota Minsk, menurut pusat hak asasi manusia Viasna. Para pengunjuk rasa membawa spanduk yang mengejek Presiden Alexander Lukashenko, yang telah memerintah negara selama 26 tahun, dan meneriakkan "Pergi!"
Protes massal mengguncang Belarusia sejak pemilihan presiden 9 Agustus yang memberi Lukashenko kemenangan dengan 80% suara. Penantang utamanya, Sviatlana Tsikhanouskaya, mendapat 10%. Dia dan pendukungnya menolak untuk mengakui hasil itu, dengan mengatakan hasil pemungutan suara dimanipulasi.
Pihak berwenang mencoba memadamkan kerusuhan dengan penahanan massal dan polisi membubarkan kerumunan dengan pentungan, granat kejut, dan meriam air. Pada hari Senin, Kementerian Dalam Negeri negara itu mengancam akan menggunakan senjata api terhadap para pengunjuk rasa "jika perlu", dengan mengatakan bahwa unjuk rasa "telah menjadi terorganisir dan sangat radikal." Namun, protes terus berlanjut meski ada tindakan keras.
“Ini adalah pawai pertama sejak pihak berwenang mengancam akan menggunakan senjata api. Tetapi itu tidak menghentikan protes, yang berubah menjadi bentuk yang berbeda, tetapi tidak mereda," kata pemimpin Viasna, Ales Bialiatski.
Batas Waktu 25 Oktober
Tsikhanouskaya, yang saat ini berada di pengasingan di Lithuania setelah meninggalkan negara itu karena khawatir akan keselamatannya. Pada hari Selasa dia mengancam akan menyerukan pemogokan nasional kecuali Lukashenko mengumumkan pengunduran dirinya, membebaskan tahanan politik dan menghentikan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa.
"Jika tuntutan kami tidak dipenuhi hingga 25 Oktober, seluruh negara akan turun ke jalan dengan damai," kata Tsikhanouskaya dalam sebuah pernyataan. "Pada 26 Oktober, pemogokan nasional semua perusahaan akan dimulai, semua jalan akan diblokir, penjualan di toko-toko milik negara akan runtuh."
Para pengunjuk rasa pada hari Minggu berbaris di salah satu jalan utama Minsk, tempat pabrik-pabrik berada, dan meneriakkan "Mogok!" dan "Para pekerja bersama rakyat."
Pusat kota diblokir oleh meriam air dan kendaraan lapis baja, dan puluhan truk militer terlihat berkeliaran di jalanan. Beberapa stasiun kereta bawah tanah ditutup, dan internet seluler tidak berfungsi di area pawai.
“Lukashenko memahami bahwa jika tidak ada semua hambatan buatan ini, seluruh Minsk akan keluar (untuk bersatu),” kata Valery Karbalevich, seorang analis politik independen di Minsk.
“Terlepas dari ancaman penggunaan senjata api dan intimidasi oleh KGB (Komite Keamanan Negara Belarus), orang-orang turun ke jalan, protes tidak mereda, dan itu menunjukkan bahwa krisis politik di Belarusia sedang berjalan lancar,” kata Karbalevich .
Membuahkan Hasil
Dalam sebuah pernyataan hari Minggu, Tsikhanouskaya mendorong warga Belarusia untuk melanjutkan protes damai. "Mari kita terus mengungkapkan tuntutan kita dengan damai dan terus-menerus. Ini membuahkan hasil," katanya, menambahkan bahwa pihak berwenang telah membebaskan Ilya Salei, pengacara Tsikhanouskaya, Maria Kolesnikova, dari tahanan.
Kolesnikova dipenjara bulan lalu atas tuduhan mengganggu keamanan negara yang dapat diancam hukuman penjara lima tahun jika dia terbukti bersalah. Salei juga ditahan pada bulan September dengan tuduhan yang sama.
Selain Minsk, protes pada hari Minggu berlangsung di beberapa kota besar, termasuk Brest, Grodno, Gomel dan Vitebsk. Puluhan pengunjuk rasa telah ditahan di seluruh negeri: daftar pengunjuk rasa yang ditahan yang dirilis oleh pusat Viasna pada Minggu malam menunjukkan lebih dari 150 nama di dalamnya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...