Raja Abdullah: Penyuara Perdamaian Timur Tengah
RIYADH, SATUHARAPAN.COM – Abdullah bin Abdulazis yang diyakini lahir pada bulan Agustus 1924 di Riyadh merupakan pembawa perubahan dan yang paling vokal menyuarakan perdamaian di Timur Tengah. Dia berhasil menciptakan wajah Arab Saudi menjadi lebih modern.
Abdullah merupakan anak dari istri ke delapan ayahnya, Raja Abdulaziz yang adalah seorang keturunan Bedouin. Abdullah menghabiskan masa kecilnya dengan hidup secara tradisional di padang pasir.
Hidup di lingkungan keluarga yang konservatif, Abdullah dibesarkan dengan ajaran pandangan tradisional ayahnya dan belajar agama, sastra dan ilmu pengetahuan dengan para ulama Islam di istana.
Pada 1962 Faisal Abdullah yang merupakan saudara tirinya sekaligus menjadi Perdana Menteri pada tahun 1958 menunjuk Abdullah sebagai komandan Garda Nasional Saudi yang bertugas untuk menjaga keluarga Kerajaan Saudi yang biasanya dipimpin oleh seorang anggota keluarga Saud.
Raja Faisal kemudian dibunuh pada Maret 1975 dan penggantinya yaitu Raja Khalid tetap mempertahankan posisi Abdullah sebagai Garda Nasional dan mengangkatnya menjadi wakil perdana menteri kedua.
Pada 1970 mengkritik keras kebijakan AS di Timur Tengah dan mendukung persatuan pan-Arab. Melalui organisasi tersebut dia yakin bisa membuat minyak dan uang negaranya menjadi senjata yang tangguh untuk melawan kekuatan Barat.
Tahun 1980 Abdullah memimpin dalam mencegah perang antara Yordania dan Suriah. Hal ini meningkatkan statusnya di Arab Saudi dan kalangan diplomatik luar negeri.
Perang Teluk
Pada kematian Raja Khalid tahun 1982, Raja Fahd sebagai raja yang baru menunjuk Abdullah sebagai putra mahkota dan sebagai wakil perdana menteri pertama.
Namun pengangkatannya itu kabarnya ditentang oleh tujuh bersaudara dari Raja Fahd namun Abdullah berhasil menegosiasikan hubungan di House of Saud untuk mengamankan posisinya.
Abdullah berbicara menentang kekerasan di Timur Tengah yang menyatakan bahwa, “Kita menolak aksi terorisme yang bertujuan merusak stabilitas di kawasan Teluk.”
Pada 1991, setelah invasi Irak ke Kuwait, Abdullah enggan mendukung penempatan pasukan AS di Arab Saudi dan menyatakan bahwa lebih baik perang, seturut dengan negosiasi yang dilancarkan oleh Saddam Hussein tetapi pilihan tersebut ditolak oleh Raja Fahd.
Sebagai Putra Mahkota dia konsisten mendukung Palestina meskipun memiliki hubungan yang tegang antara pemimpin Palestina Yasser Arafat.
Dia tidak ragu untuk mengkritik tindakan para pemimpin Palestina dan mendesak untuk menahan diri pada tahun 1994 setelah serangkaian bentrokan dengan Israel di Jalur Gaza.
Pada November 1995 Raja Fahd terserang penyakit stroke dan secara de facto Abdullah menjadi penguasa di Arab Saudi meskipun transisi kekuasaan ini dijaga kerahasiannya hingga Januari 1996.
Pro Perempuan
Para pengamat mengatakan Raja Abdullah juga berusaha untuk melawan pengaruh Iran yang merupakan saingan Syiah Arab Saudi. Dalam perang sipil berdarah Suriah, Iran didukung Presiden Bashar al-Assad, sementara Arab Saudi mendukung pemberontak.
Di rumah dia terlihat sebagai seorang reformis, meskipun lambat tapi mantap, mengizinkan untuk mengemukakan kritik ringan pemerintah kepada pers, dan mengisyaratkan bahwa lebih banyak perempuan harus diizinkan untuk bekerja.
Ketika ditangani tentang perlakuan terhadap wanita di Arab Saudi dia mengatakan kepada seorang pewawancara: "Saya sangat percaya pada hak-hak perempuan, ibu saya adalah seorang wanita, adik saya adalah seorang wanita, putri saya adalah seorang wanita, istri saya adalah seorang wanita."
Pada 2011 Raja Abdullah memperpanjang hak perempuan untuk memilih dan mencalonkan diri dalam pemilu daerah. Ini merupakan sebuah langkah yang terlihat sebagai berpotensi kemajuan yang paling penting bagi hak-hak perempuan Saudi dalam beberapa dekade.
Pejabat Kerajaan Arab Saudi mengumumkan bahwa Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdulaziz meninggal di rumah sakit pada Jumat (23/1) setelah beberapa bulan menderita sakit.
Pernyataan duka cita pada Jumat pagi tersebut sekaligus menyatakan Salman, saudara Abdullah bin Abdulaziz yang kemudian menjadi raja menggantikannya.
Raja Abdullah berusia sekitar 90 tahun, telah dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu menderita infeksi paru-paru. (bbc.com)
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...