Raja Thailand Tunjuk Panglima Militer Sebagai Pemimpin Junta
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM - Raja Thailand Bhumibol Adulyadej secara resmi menunjuk panglima militer sebagai pemimpin junta militer negara tersebut menyusul terjadinya kudeta di sana.
“Untuk mengembalikan perdamaian dan ketertiban di negara ini dan demi persatuan, raja menunjuk Jenderal Prayut Chan-O-Cha sebagai pemimpin Dewan Nasional Perdamaian dan Ketertiban (National Council of Peace and Order/ NCPO) untuk memerintah negara,” menurut perintah kerajaan yang dilihat AFP pada Senin (26/5).
Kerajaan mengungkapkan Prayut memperingatkan istana bahwa kekerasan di Bangkok dan di wilayah lain negara itu kemungkinan akan menyebar dan bisa “membahayakan keamanan nasional.”
Prayut disahkan sebagai pemimpin rezim lewat sebuah upacara di Bangkok pada Senin.
“Saya bersumpah akan melaksanakan tugas saya dengan jujur,” kata panglima militer tersebut kepada wartawan setelah upacara.
“Kami berharap semua masalah bisa segera diselesaikan sehingga kami bisa kembali ke sistem demokrasi yang tepat,” tambahnya.
Ancam Demonstran
Setelah penunjukan dari Raja, Jenderal Prayut Chan-O-Cha, mengatakan bahwa pengunjuk rasa yang ditemukan melanggar UU darurat militer akan diseret ke pengadilan militer, dalam konferensi pers pertamanya sebagai pemimpin de facto Thailand.
Jika demonstrasi tersebut terus berlanjut “saya akan mengintensifkan penegakan hukum,” ujarnya memperingatkan, menambahkan bahwa “ketika situasi mereda kami bisa melonggarkan langkah tersebut.”
Ditanya tentang berapa lama junta akan berkuasa, dia mengatakan militer akan mengambil alih kontrol “hingga situasi teratasi” menolak pertanyaan tentang apakah dia pada akhirnya akan menjadi perdana menteri.
Sejak kudeta, Prayut sudah memerintahkan pembatasan kebebasan media dan melarang perkumpulan politik lebih dari lima orang.
Pengunjuk rasa antikudeta menggelar beberapa demonstrasi spontan di kota Bangkok sejak Jumat lalu.
Jumlah mereka semakin membengkak, sekitar seribu pengunjuk rasa dalam reli pada Minggu yang memadati jantung kota Bangkok.
Para demonstran banyak memegang poster antikudeta, terlibat baku hantam dengan para tentara sehingga beberapa dari mereka ditahan, meningkatkan kekhawatiran akan tindakan brutal yang meluas jika mereka terus melanggar darurat militer.
Sementara pemimpin protes massal terhadap mantan pemerintah Thailand, yang pekan lalu digulingkan dalam kudeta militer, pada Senin dibebaskan dengan jaminan oleh pengadilan, tutur beberapa pengacara.
Suthep Thaugsuban, yang terancam tuduhan pemberontakan dan kasus terpisah karena membunuh beberapa aktivis politik lawan pada 2010, “sekarang dibebaskan untuk kembali ke rumah,” kata pengacara Bandit Siripan, seraya menambahkan bahwa dirinya dilarang meninggalkan negara itu.
Suthep ditahan sejak kudeta Kamis lalu yang dilakukan oleh militer, bersama dengan sejumlah tokoh politik lainnya. Pengacara lain mengatakan kepada AFP bahwa dirinya tidak harus kembali ke tahanan militer.
Dua lusin pemimpin inti lain dari gerakan antipemerintah tersebut, yang juga ditahan oleh militer, dibebaskan, kata pengacara kedua, Puangthip Boonsanong.
Sebagian besar pemimpin gerakan Kaus Merah, yang setia dengan perdana menteri terguling Yingluck Shinawatra dan Thaksin, diperkirakan masih dalam tahanan.
Suthep memimpin berbulan-bulan demonstrasi di Bangkok untuk menggulingkan pemerintahan Yingluck.
Aksi kekerasan yang terkait dengan demonstrasi tersebut menyebabkan 28 orang tewas dan ratusan lebih cedera. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...