Reformasi Polri, Total dan Sekarang!
SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo telah menetapkan calon Kapolri baru dan juga telah melantik tiga pelaksana tugas pimpina KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ini menandai awal dibersihkannya unsur ‘’permusuhan’’ dalam Polri dan KPK, dan berarti awal dari reformasi secara total di kedua lembaga.
Polri dan KPK adalah dua lembaga yang ‘’DNA’’-nya sama atau sangat mirip, dengan fungsi penegakkan hukum dan keadilan, khususnya dalam menghabisi korupsi di negeri ini. Namun belakangan ini justru bertingkah sebagai species yang sangat berbeda dan saling bermusuhan.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi harus dengan jelas memberikan mandat pada Kapolri baru dan Plt KPK untuk reformasi total ini, khususnya pada institusi Polri yang sejauh ini dinilai rakyat ‘’DNA’’ telah berubah dari semula sebagai penegak hukum dan pemberantas korupsi.
Bukan Tombak Tumpul
Penegakkan hukum, dalam hal ada perkara, selalu dimulai dengan penyelidikan dan penyidikan, dan tugas ini ada pada pundak Polri. Itu sebabnya KPK juga bergantung pada penyidik Polri untuk menjalankan tugas ini dalam membongkar korupsi. Penuntutan oleh Jaksa akan tumpul, jika penyidikan tidak bisa tajam dan tegas, dan pengadilan bisa menjadi ‘’dagelan’’ ketika hasil penyilidikan tidak mampu meyakinkan hakim dengan nyata.
Sedemikian penting fungsi ini, namun selama ini menjadi titik kelemahan terbesar dalam penegakkan hukum. Hal ini yang membuat munculnya pernyataan hukum sebagai ‘’tajam ke bawah dan tumpul ke atas’’, dan bangsa kita dicibir karena perlakuan diskriminatif secara hukum.
Polisi adalah sosok konkret penegakkan hukum di masyarakat, dan membentuk pengalaman riil bagaimana hukum dijalankan. Hukum yang ditegakkan dengan prinsip ‘’perdamaian’’ (kata yang indah, tetapi dirampok untuk menelikung keadilan demi uang) menjadi pengalaman yang konkret di masyarakat dalam relasinya dengan polisi.
Masyarakat internasional melihat sebuah bangsa dan negara, terutama berkaitan dengan bagaimana hukum diberlakukan, dan yang paling konkret adalah oleh imigrasi dan polisi. Ketika terjadi ‘’manipulasi’’ terhadap hukum dan keadilan, maka menjadi rendahlah martabat bangsa dan negara itu. Indonesia nyata mengalami masalah ini.
Itu sebabnya, mereformasi Polri secara tuntas dan menyeluruh adalah keniscayaan, bahkan prasyarat untuk Presiden Jokowi menjalankan ‘’Nawa Cita’’ yang dijanjikan. Tanpa penegakkan hukum yang benar dan adil, pembangunan tidak akan mencapai hasil maksimal, kecuali menambah lebarnya gap sosial yang akan melahirkan konflik dan membahayakan negara.
Loyalitas Polri
Apa yang harus dicapai untuk reformasi total Polri yang menjadi tugas Kapolri baru? Polisi haruslah sosok warga negara yang mencerminkan kualitas keteladanan dalam ketaatan hukum dan keadilan.
Anggota, apalagi pimpinan, Polri yang kualitas ketaatan hukumnya di bawah umumnya rakyat adalah masalah serius. Jika jumlah yang demikian banyak, maka itu adalah bencana. Jika hal itu tidak bisa diatasi, maka itu tanda kehancuran total. Jadi, tegasnya, jenis anggota Polri yang tidak tertib dan taat hukum harus disingkirkan dari institusi Polri.
Loyalitas Polri adalah pada negara, sehingga institusi ini harus secara terukur hanya loyal pada negara. Dan Presiden mengangkat Kapolri dalam posisinya sebagai Kepala Negara. Polri harus dibersikan dari unsur-unsur yang tidak loyal pada negara. Polri harus dibersihkan dari mereka yang selama ini menggunakan wewenang sebagai anggota Polri untuk menjadi aparat partai politik, kaki tangan kepentingan golongan, pengawal pengusaha hitam, bahkan jadi becking organisasi kejahatan. Polri juga harus dibersihkan dari budaya loyal pada pemimpin patron yang membuat mereka tidak efektif bekerja dan menimbulkan faksi dalam institusi.
Oleh karena itu, Polri harus mempunyai kode etik yang tegas yang mencegah mereka ‘’menjual’’ loyalitas pada negara untuk kepentingan pribadi, kode etik yang melindungi kewibawaan institusi.
Evaluasi Menyeluruh
Oleh karena itu, tugas Kapolri yang baru adalah mengevaluasi institusi itu dalam semua aspek. Evaluasi ini terutama menyangkut kapasitas dan kredibilitas sumber daya manusia Polri dengan standar yang tegas mengenai ketaatan hukum dan keadilan. Yang tidak memenuhi harus ditindak, dan di sini hukum harus dimulai: tegas dan adil.
Proses itu bisa menimbulkan guncangan, karena akan ada pihak yang menentang karena kehilangan ‘’kenyamanan’’ selama ini, termasuk di dalam tubuh Polri sendiri. Maka, Komjen Badrodin Haiti harus tegas menjalankannya, jika tepilih menjadi Kapolri. Presiden harus menjadi pendorong utama, atau kalau tidak, lupakan saja sesumbar ‘’revolusi mental’’ yang pernah ducapkan.
Evaluasi ini juga menyangkut pendidikan di kepolisian yang merupakan proses penting dalam memperoleh anggota yang berkualitas dan menjaga wibawa institusi.
Polri harus bekerja sama dengan KPK dan menjadi pilar penting pemberantasan korupsi. Hal itu dimulai dengan membersihkan institusi Polri dari unsur-unsur yang korup, baik aturan, sistem, maupun manusianya.
Ini adalah yang diharapkan rakyat, Polri yang sehati dengan rakyat, garda depan ketaatan hukum dan keadilan, ksatria bhayangkara yang memegang teguh apa yang diucapkannya sendiri: ‘’Kami Siap Melayani Anda’, seperti tulisan terpampang di kantor-kantor polisi.
Untuk reformasi total itu, inilah saatnya.
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...