Resolusi Parlemen Minta Usir Pasukan Asing di Irak
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Parlemen Irak pada hari Minggu (5/1) mengeluarkan resolusi yang meminta pemerintah untuk mengakhiri kehadiran pasukan asing di Irak dan memastikan mereka tidak menggunakan tanah, udara, dan perairannya dengan alasan apa pun, menurut laporan Reuters.
"Pemerintah berkomitmen untuk mencabut permintaan bantuan pada koalisi internasional dalam memerangi kelompok Negara Islam (atau ISIS), karena berakhirnya operasi militer di Irak dan pencapaian kemenangan," kata resolusi itu.
"Pemerintah Irak harus bekerja untuk mengakhiri keberadaan pasukan asing di tanah Irak dan melarang mereka menggunakan tanah, wilayah udara atau air dengan alasan apa pun."
Resolusi parlemen, tidak seperti undang-undang, tidak mengikat pemerintah, tetapi Perdana Menteri Irak, Adel Abdul Mahdi, sebelumnya telah meminta parlemen untuk mengakhiri kehadiran pasukan asing.
Mahdi mengundurkan diri sebagai perdana menteri akhir bulan lalu akibat tekanan demonstrasi rakyat yang meluas sejak 1 Oktober. Namun dia masih menjabat dalam status sementara, karena perdana menteri baru belum ditentukan.
Keputusan parlemen Irak yang didominasi oleh politisi Syiah itu tampaknya terkait dengan pembunuhan terhadap jenderal Iran, Qassem Solaimani, di Baghdad, hari Jumat (3/1) lalu oleh serangan udara Amerika Serikat.
Sidang Istimewa
Parlemen Irak mengadakan sidang luar biasa pada hari Minggu (5/1) di mana anggota parlemen mengatakan bahwa mereka akan mendorong pemungutan suara untuk resolusi yang mengharuskan pemerintah untuk meminta penarikan pasukan AS dari Irak.
Sidang ini berlangsung dua hari setelah serangan pesawat tak berawak AS terhadap konvoi di bandara Baghdad yang menewaskan komandan militer Iran, Qassem Soleimani, dan pemimpin milisi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis. "Tidak perlu kehadiran pasukan Amerika setelah mengalahkan ISIS," kata Ammar al-Shibli, seorang anggota parlemen Syiah dan anggota komite hukum parlemen. "Kami memiliki angkatan bersenjata kami sendiri yang mampu melindungi negara," katanya.
Terlepas dari beberapa dekade permusuhan antara Iran dan AS, milisi yang didukung Iran dan pasukan AS bertempur bersama selama perang Irak 2014-2017 melawan militan ISIS. Sekitar 5.000 pasukan AS tetap berada di Irak, sebagian besar dari mereka dalam kapasitas sebagai penasihat.
Sementara kelompok ilisi dimasukkan ke dalam pasukan pemerintah di bawah payung Milisi Iran di Irak dan Suriah (IMIS) yang dipimpin Muhandis. Banyak warga Irak menyatakan kemarahannya pada Washington karena membunuh kedua orang itu di tanah Irak dan mungkin menyeret negara mereka ke dalam konflik lain.
Sejak pembunuhan itu, para pemimpin politik Syiah menyerukan pasukan AS untuk diusir dari Irak dalam sebuah protes bersama yang tidak biasa di antara faksi yang telah berkonflik selama berbulan-bulan.
Hadi al-Amiri, kandidat utama untuk menggantikan Muhandis, mengulangi seruannya agar pasukan AS meninggalkan Irak pada hari Sabtu selama prosesi pemakaman bagi mereka yang tewas dalam serangan itu.
Pemungutan suara untuk mengusir pasukan AS dibutuhkan parlemen untuk mengesahkan undang-undang yang mewajibkan pemerintah Irak untuk meminta pasukan AS pergi.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...